Ini Strategi Luky Alfirman Hadapi Ketidakpastian 2021

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
27 November 2020 19:30
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman  (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) berencana menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) terakhir untuk tahun ini pada awal Desember 2020, untuk yang konvensional dan yang berbasis syariah. Sebagai upaya pendanaan APBN 2021, pemerintah juga akan menerbitkan SBN yang akan disesuaikan dengan kondisi pasar dan kebutuhan.

Dirjen PPR Luky Alfirman mengatakan kebutuhan pembiayaan APBN 2021 akan cukup besar dengan defisit 5,67% dari PDB. Adapun strategi yang akan dijalankan DJPPR, pertama, memakai dan melihat sumber daya yang dimiliki pemerintah RI. Kedua, pemerintah akan melanjutkan kerjasama dengan partner pembangunan baik multilateral maupun bilateral seperti Bank Dunia, Asia Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), dan dari negara lainnya.

"Ketiga, kami akan menerbitkan SBN, kita akan menerbitkan mulai dari yang konvensional dan sukuk, yang rupiah dan valas. Untuk valas kami akan terbitkan dalam dolar Amerika Serikat (AS) dan Yen Jepang. Kami juga akan mendapatkan dukungan dari Bank Indonesia sebagai standby buyer," kata Luky kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/11/2020).

Meski ketentuan defisit APBN lebih kecil dibandingkan tahun ini, namun kebutuhan pendanaan masih cukup besar. Sementara pihaknya akan memantau kondisi pasar pada 2021, ekonomi global, termasuk pasar keuangan yang diperkirakan masih volatil dan diliputi ketidakpastian.

Luky menegaskan pemerintah akan tetap fleksibel dan prudent, dan memperhitungkan serta memanfaatkan penurunan suku bunga. Selain itu, tahun depan diproyeksikan tren suku bunga rendah masih akan terus berlanjut, sehingga cost of fund dapat ditekan.

"Indonesia secara fundamental masih baik, penilaian terhadap Indonesia misalnya terkait Omnibus Law positif, dan dinilai sebagai reformasi struktural serta dianggap berani," katanya.

Dengan begitu, kepercayaan dari pasar global juga diharapkan dapat menjadi modal membangun ekonomi, dan tahun depan dia mengharapkan pandemi Covid-19 sudah bisa ditangani. Optimisme dari penurunan suku bunga menurutnya dapat berlanjut pada perbaikan ekonomi yang lebih cepat dalam kondisi ini.

"Untuk 2021 saya melihat ketidakpastian dan sehingga melihat timing, bacaan bulan perbulan dan kuartal ke kuartal menjadi penting. Misalnya kapan saat paling bagus melakukan penerbitan dan melihat kebutuhan APBN," ujar Luky.

Dia menambahkan pemerintah akan mengamati dinamika pasar, peluang mana yang paling bagus dan melihat dinamika dari APBN, terutama dari penerimaan pajak dan realisasi belanja negara.

"Dari sana akan berhitung bagaimana menutupi dari kebutuhan pembiayaan itu menjadi dinamika yang diperhitungkan," katanya. 


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Butuh Rp 900 T, Kemenkeu Terbitkan Global Bond Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular