
Gokil! Tren Utang Luar Negeri Pemerintah Kian Menurun

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat Ekonomi dari Binus, Doddy Arifianto menilai tren penurunan Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah merupakan sebuah sinyal positif. Karena ULN menurutnya merupakan beban fiskal negara.
Per triwulan I-2022, ULN Pemerintah tercatat senilai US$ 196,2 miliar. Secara year on year pertumbuhan ULN pemerintah pada triwulan I 2022 terkonstraksi 3,4%, lebih rendah dari pertumbuhan ULN Pemerintah di triwulan-IV 2021 yang turun 3,0% (yoy).
Sedangkan bila dilihat dari proporsinya, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,17%. Tingkat utang tersebut menurun dibanding posisi akhir 2021, di level 41%. Dari sisi keamanan, tingkat utang tersebut masih di bawah batas maksimal yang tertuang di dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yakni 60% terhadap PDB.
"Saya kira itu suatu perkembangan yang baik, utang luar negeri itu kan menjadi beban fiskal," ungkap Dody kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/4/2022).
Penarikan Utang Luar Negeri (ULN) per triwulan I-2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dukungan ULN dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas, antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 24,6% dari total ULN Pemerintah serta sektor jasa pendidikan sebesar 16,5%.
Selain itu, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 15,1%, sektor konstruksi sebanyak 14,2%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi sebanyak 11,7%.
Dengan kebijakan belanja yang ekspansif, terutama belanja produktif pada sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, konsekuensinya adalah adanya defisit terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN).
Pemerintah lantas menempuh ULN demi menambal APBN yang masih belum terpenuhi seluruhnya dari penerimaan negara, seperti Perpajakan, Bea Cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Dana Hibah.
" Peran pemerintah, penting sekali buat bangun infrastruktur, buat untuk jaminan sosial, daripada buat cicil utang." jelasnya.
Dody menekankan mencari pinjaman menjadi hal yang wajar bagi negara berkembang seperti Indonesia. Sebab tingkat konsumsi negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatannya.
"Jadi kalau tanpa utang juga rasanya aneh. Yang penting kita jaga rasio utang ini berada dalam level yang manageable, bisa kita bayar. Ini kemarin sempat naik, waktu pandemi fiskal kan naik. Ini sudah dibawa turun lagi. Ini menunjukkan kalau rasio sebesar ini aman," jelas dia.
Mengenai posisi ULN di tengah kondisi global dan seperti sekarang, Dody menyebut, pemerintah perlu lebih konservatif lagi dalam mengelola ULN.
"Karena khawatir terjadi apa-apa, risk on. Situasi yang risk on biasanya orang pilih ke Dollar dan itu bisa menimbulkan tekanan. Ini utang luar negeri didominasi Dolar," pungkasnya.
Seperti diketahui perkembangan ULN Pemerintah disebabkan penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, antara lain berupa dukungan pembiayaan pembangunan dan peningkatan kapasitas infrastruktur serta program peningkatan daya saing, modernisasi industri, dan akselerasi perdagangan dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan Asian Development Bank (ADB).
Sementara itu, per Maret realisasi pembiayaan utang mencapai Rp 149,60 triliun atau 15,4% pagu APBN 2022. Jumlah tersebut didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar (neto) Rp 133,61 triliun dan realisasi Pinjaman sebesar (neto) Rp15,99 triliun.
Adapun realisasi pinjaman terdiri dari penarikan pinjaman dalam negeri Rp 0,19 triliun, pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri Rp 0,47 triliun, penarikan pinjaman luar negeri Rp 35,37 triliun, dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 19,10 triliun.
"Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN Pemerintah," tegas Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Infrastruktur yang Dibiayai Utang Bantu Mudik Jadi Gampang