
Duh, Ada Kabar Revisi UU Migas Tak Jadi Prioritas DPR di 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) sudah mangkrak selama satu dekade. Rencananya pembahasan revisi UU Migas ini kembali akan dilakukan pada tahun depan. Namun demikian, kini beredar kabar bahwa DPR belum tentu memprioritaskan revisi UU Migas untuk dibahas pada tahun depan.
Penasihat Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas Satya W. Yudha mengatakan pada awalnya revisi UU Migas ini bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Namun berdasarkan informasi yang dirinya terima dan berdasarkan hasil rapat Badan Legislasi (Baleg), ternyata pembahasan revisi UU Migas belum masuk ke dalam prioritas pada 2021 mendatang.
"Informasi yang saya peroleh dan hasil rapat Baleg yang terkomunikasikan secara streaming itu, ternyata (revisi UU Migas) belum masuk dalam prioritas di tahun 2021," ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) SKK Migas secara virtual pada Selasa (24/11/2020).
Komisi VII DPR RI yang mengawasi bidang energi saat ini masih memprioritaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menjadi Prolegnas 2021. Jika RUU EBT ini berjalan baik pada tahun depan, maka revisi UU Migas baru bisa diusulkan.
Padahal, lanjutnya, pembahasan lebih detail terkait revisi UU Migas ini sudah berlangsung lama yakni dari periode keanggotaan DPR sebelumnya pada 2017. Namun sampai kini belum juga tuntas.
"Revisi UU Migas yang saya sampaikan tidak masuk Prolegnas, dari informasi yang didapat beberapa waktu lalu, karena Komisi VII masih prioritaskan RUU EBT. Nanti dalam perjalanannya revisi UU Migas bisa diusulkan," jelas Satya yang juga pernah menjadi anggota Komisi VII DPR RI pada periode lalu.
Belum tentu dibahasnya revisi UU Migas pada tahun depan ini cukup disayangkan, apalagi ini terkait status institusi SKK Migas ke depannya. Saat ini perusahaan migas atau dikenal dengan istilah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berkontrak dengan SKK Migas.
Status SKK Migas belum jelas, terutama sejak institusi ini merupakan pengganti dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) yang telah dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 2012 lalu.
Pihaknya pun beraharap revisi UU Migas nantinya akan bisa menjawab semua tuntutan atau putusan yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Padahal sebelum 2017 juga ada satu proses, namun demikian biasanya di dalam DPR apabila periodenya sudah berakhir dalam hal ini pada 2019 kemarin, seharusnya UU yang belum bisa diundangkan, dibatalkan pembahasannya, sehingga saat periode baru, pembahasan dimulai dari awal lagi," tuturnya.
Namun demikian, menurutnya kini ada satu perubahan yang terjadi di dalam proses legislasi di DPR. Apabila pembahasan sudah dilakukan dengan pemerintah, sudah melakukan pembahasan tingkat satu, maka menurutnya bisa dilimpahkan (carry over) pada periode berikutnya.
"Revisi UU Migas menjadi salah satu UU yang bisa di-carry over, sehingga pemikiran yang sudah muncul dan sudah terkumpul dari segala macam, pemahaman dari periodesasi sebelumnya bisa di bawa pada periode ke depan," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto dalam 'Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue', Jumat (13/11/2020) berjanji akan mulai membahasnya lagi pada pertengahan tahun depan.
Sugeng mengatakan, mekanisme yang digunakan dalam menyusun revisi UU Migas ini akan sama dengan Rancangan UU (RUU) EBT. Dalam penyusunannya nanti, lanjutnya, DPR akan melibatkan semua pihak.
"Pembahasan revisi UU Migas akan kita mulai pertengahan tahun depan secara simultan setelah RUU EBT. Nanti pertengahan 2021, sudah masuk ke pembahasan revisi UU Migas dan mekanisme yang sama akan kita jalankan," ungkapnya.
Pembahasan revisi UU Migas ini merupakan hal penting dan ditunggu oleh sejumlah pemangku kepentingan di industri migas, terutama pelaku usaha dan juga pengatur hulu migas yang saat ini dilaksanakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Pasalnya, pada 2012 lalu Mahkamah Konstitusi membubarkan lembaga sebelumnya yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) dan mengamanatkan agar pemerintah membentuk badan usaha hulu migas.
Pada mulanya, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memasukkan klausul pembentukan BUMN Khusus Migas sebagai pengganti kelembagaan SKK Migas. Namun akhirnya, saat finalisasi pembahasan UU Cipta Kerja ini, pemerintah dan DPR sepakat untuk menghapus klausul tersebut dan akan dibahas lebih lanjut dalam dalam revisi UU Migas.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mangkrak 1 Dekade, Revisi UU Migas Bakal Dibahas Mid 2021
