Perusahaan Migas Menanti Kepastian Hukum dari Revisi UU Migas

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
20 November 2020 20:20
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan minyak dan gas bumi nasional saat ini tengah menanti kejelasan hukum dari Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Revisi UU Migas ini sudah mangkrak terlalu lama, bahkan sampai satu dekade.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (Indonesian Petroleum Association/ IPA) Marjolijn Wajong mengatakan Revisi UU Migas ini bakal memberikan kepastian hukum dan kejelasan status kelembagaan SKK Migas. Kepastian hukum dan keberadaan lembaga hulu migas ini menurutnya penting karena perusahaan migas berkontrak dengannya.

"Kepastian hukum keberadaan lembaga ini harus jelas karena kita berkontrak (dengan SKK Migas)," ungkapnya dalam acara diskusi 'Road to 1 Million BOPD and 12 BSCFD Gas in 2030' secara daring, Jumat (20/11/2020).

Lebih lanjut dia mengatakan, RUU Migas ini juga diperlukan demi membuat investasi di sektor migas lebih ramah, sehingga bisa menarik minat investor untuk berbisnis di hulu migas di Tanah Air.

"Revisi UU Migas diperlukan untuk iklim investasi yang friendly," ujarnya.

Lalu, saat ditanya mana kah yang lebih penting antara pemberian insentif lebih dahulu atau revisi UU Migas, menurutnya keduanya sama pentingnya dan harus berjalan bersamaan.

"Dua-duanya diperlukan, kenapa harus memilih kalau dua-duanya diperlukan di sini," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Sugeng Suparwoto berjanji akan mulai membahas revisi UU Migas lagi pada pertengahan tahun depan. Menurutnya, mekanisme yang digunakan dalam menyusun revisi UU Migas ini akan sama dengan Rancangan UU (RUU) EBT. Dalam penyusunannya nanti, lanjutnya, DPR akan melibatkan semua pihak.

"Pembahasan revisi UU Migas akan kita mulai pertengahan tahun depan secara simultan setelah RUU EBT. Nanti pertengahan 2021, sudah masuk ke pembahasan revisi UU Migas dan mekanisme yang sama akan kita jalankan," ungkapnya

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan SKK Migas saat ini kondisinya "terombang ambing di tengah badai" karena belum adanya kepastian undang-undang yang mengatur kelembagaan SKK Migas. Namun demikian, pihaknya tetap menjalankan tugas sebaik mungkin guna kelancaran kegiatan hulu migas nasional.

"Setelah dibubarkannya BP Migas, maka kami SKK Migas yang tidak punya UU tetap menjalankan amanah negara, ya terombang-ambing, tapi insya Allah kita jalan terus di tengah badai ini," ungkapnya dalam Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue, Jumat (13/11/2020).

Dia mengatakan, mulanya pihaknya berharap kepastian hukum tentang kelembagaan institusi hulu migas ini diatur di dalam UU tentang Cipta Kerja. Namun nyatanya, kejelasan mengenai institusi hulu migas ini tidak jadi dimasukkan di dalam UU Cipta Kerja, tapi malah akan diatur di dalam Revisi UU Migas.

Pihaknya berharap agar UU Migas ini segera direvisi karena saat ini payung hukum kelembagaan SKK Migas hanya bernaung di bawah Peraturan Presiden.

"Kami sangat berharap ini bisa cepat selesai supaya apa yang kami kerjakan ada dasar hukumnya. Walau sekarang sudah ada dasar hukumnya, tapi level dasar hukumnya masih Peraturan Presiden," tuturnya.

Menurutnya, kepastian hukum terhadap institusi SKK Migas ini juga penting karena terkait iklim investasi dan keyakinan bagi calon investor maupun investor hulu migas yang telah ada.

"Kami harapkan akan diberikan kepastian hukum ke depan. Kalau tidak ada kepastian hukum, kita juga akan sulit," ujarnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article UU Ciptaker Dinilai Membingungkan Investor Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular