
Ironisnya Indonesia: Kaya Gas, Tapi Lebih Pilih Impor LPG!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki cadangan gas alam hingga 77 triliun kaki kubik (TCF), berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), tapi sayangnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan domestik.
Bukannya mengembangkan pasar penyerap dan juga infrastruktur gas alam ini, Indonesia malah memilih LPG yang sumber pasokan di dalam negeri terbatas. Alhasil, peningkatan impor LPG secara terus-menerus dibiarkan. Padahal, gas alam bisa menjadi salah satu alternatif bahan bakar pengganti LPG, sehingga bisa mengurangi impor LPG.
Berdasarkan riset tim CNBC Indonesia, impor LPG melesat 19,52% per tahun (Compounded Annual Growth Rate/ CAGR) dari 960 ribu ton pada 2009 menjadi 5,71 juta ton pada 2019.
Konsumsi LPG Indonesia memang semakin melesat terutama sejak adanya program konversi minyak tanah ke LPG pada 2007 lalu. Hal ini ditujukan untuk mengurangi subsidi minyak tanah yang saat itu terus melonjak akibat harga minyak dunia terus meningkat.
Namun sayangnya, seiring dengan meningkatnya konsumsi LPG di dalam negeri, tidak ada pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan penyerapan gas alam. Padahal, bila menggunakan pipa, gas alam ini juga bisa digunakan menjadi bahan bakar untuk sektor rumah tangga, komersial maupun industri.
Produksi gas nasional selama Januari-September 2020 sebesar 6.734 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), namun realisasi gas yang disalurkan lebih rendah yakni 5.502 MMSCFD.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi gas alam di dalam negeri pada tahun ini diperkirakan mencapai 3.792,8 MMSCFD, sementara ekspor sebesar 1.999 MMSCFD. Dari total kebutuhan dalam negeri tersebut, gas untuk rumah tangga masih sangat kecil yakni 25,8 MMSCFD.
Masih lebih rendahnya permintaan gas alam dibandingkan pasokan tak ayal membuat sejumlah pihak, salah satunya Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (IPA) mempertanyakan target produksi gas dua kali lipat menjadi 12.000 MMSCFD atau 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Bila permintaan yang ada saat ini saja masih rendah, maka dikhawatirkan target produksi gas tersebut sulit dicapai karena belum ada kejelasan penyerap gas. Pasalnya, produksi gas bergantung dari penyerapan gas dari konsumen.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan proyeksi gas 12 BSCFD tersebut tidak berdasarkan pada proyeksi permintaan gas pada 2030, sehingga pemerintah juga berperan untuk bisa menciptakan pasar gas ini.
"Target produksi gas 12 BSCFD itu kelihatannya tidak berdasarkan demand yang bisa kita proyeksikan ke depan. Artinya, pemerintah ya harus ciptakan demand dengan infrastruktur yang selalu menjadi masalah. Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk infrastruktur ini, waktu kita tidak banyak," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, investor bakal membantu jika persyaratan seperti infrastruktur dipenuhi, sehingga keekonomian proyek pun bisa terpenuhi. Jika hal ini terpenuhi, maka menurutnya semua pihak akan bergerak sendiri.
Apalagi, lanjutnya, kini sejumlah perusahaan global mulai beralih mencari gas karena dianggap sumber energi lebih bersih, sehingga pengembangan gas menjadi lebih prospektif ke depannya.
"Kalau semua dipenuhi keekonomiannya, infrastrukturnya, nggak usah teriak, semua bergerak sendiri," ucapnya.
Penciptaan pasar ini menurutnya bisa dilakukan dengan menawarkan gas pada sejumlah sentra kawasan industri. Terlebih, imbuhnya, pemerintah kini gencar menawarkan sentra kawasan industri baru kepada calon investor, sehingga ini berpotensi menjadi pasar gas ke depannya.
Sebelumnya, Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, mengatakan salah satu upaya yang tengah dilakukan pemerintah untuk mengurangi impor LPG dan memanfaatkan gas alam yang ada di dalam negeri yakni melalui pembangunan jaringan pipa gas ke rumah tangga. Kini sudah ada sekitar 600 ribu jaringan gas rumah tangga.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, sampai akhir 2019 sudah tersambung pipa gas bumi di 537.936 sambungan rumah tangga (SR), terdiri dari proyek yang menggunakan dana pemerintah (APBN) sebanyak 400.269 SR dan non-APBN sebanyak 137.667 SR.
Pada tahun ini ditargetkan bertambah 127.864 SR di 23 kabupaten/ kota di Sumatera dan Kalimantan dan pada 2021 bertambah lagi sebanyak 120.776 SR di 21 kabupaten/ kota di Sumatera, Sulawesi, dan Jawa.
(wia/wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Saran Asosiasi Perusahaan Migas Agar Gas Bisa Terserap