
Dunia Mulai Meninggalkan PLTU, Bagaimana Dengan RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan global, baik di sektor penyedia teknologi, konstruksi, hingga lembaga keuangan, mulai meninggalkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Hal itu ternyata turut berdampak pada Indonesia. Kini pengembang semakin sulit mencari pendanaan untuk proyek pembangunan PLTU baru. Oleh karena itu, ke depannya, pemerintah juga berencana akan mengurangi porsi PLTU dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Hal tersebut disampaikan Jisman Hutajulu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020, Selasa (24/11/2020).
"PLTU kini share-nya (persentasenya) masih tinggi, sementara tekanan (untuk meninggalkan) PLTU tinggi. Pendanaan ke depan pun sudah makin sulit, sehingga kita secara signifikan akan berusaha kurangi," ungkapnya dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020, Selasa (24/11/2020).
Dia mengatakan, pada semester I 2020, persentase PLTU masih tinggi yakni mencapai 65%. Masih tingginya porsi PLTU ini karena dipicu dari murahnya harga bahan bakar batu bara bila dibandingkan dengan sumber energi lainnya, sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik juga rendah.
Namun ke depannya, lanjutnya, pemerintah berupaya mengurangi porsi PLTU berbahan bakar batu bara ini dengan berbagai cara, apakah dengan menggantinya dengan berbahan bakar gas atau energi baru terbarukan. Apalagi, imbuhnya, harga EBT ke depannya juga akan semakin menurun, sehingga menjadi lebih kompetitif.
"PLTU masih dipertahankan karena harga masih rendah. Namun ke depan harus diganti, tidak ada alasan lagi BPP, karena harga EBT pun sudah sangat turun," ujarnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.39 K/20/MEM/2019 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2019-2028, proyeksi rata-rata pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik sebesar 6,42% per tahun dengan total rencana pembangunan pembangkit listrik sebesar 56.395 mega watt (MW) atau 56,4 giga watt.
Sementara target bauran energi mulai akhir 2025 antara lain batu bara sebesar 54,6%, EBT 23%, gas bumi 22%, dan BBM 0,4%.
Adapun tambahan PLTU selama 2019-2028 diproyeksikan sebanyak 21.373 mega watt (MW) terdiri dari proyek PLN 4.704 MW, pengembang listrik swasta (Independent Power Producers/ IPP) 14.929 MW, dan sisanya belum dialokasikan.
Bila dibandingkan total penambahan kapasitas pembangkit listrik baru pada 2028 yang mencapai 56.395 MW, artinya porsi PLTU mencapai 38%.
Namun target tersebut menurut Jisman akan dikurangi karena terkoreksinya permintaan energi akibat adanya pandemi Covid-19. Pihaknya memperkirakan, tambahan kapasitas baru akan berkurang sekitar 10-15 GW dari rencana awal 56,4 GW tersebut. Ini artinya, pembangkit baru yang dibutuhkan ke depan hanya sekitar 41,4 GW.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article GE Keluar dari Proyek PLTU, Gimana Nasib PLTU di Indonesia?