Demi Green Energy, Pemerintah Bakal Pensiunkan PLTU Tua!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
24 November 2020 18:40
PLTU Tanjung Jati B yang merupakan salah satu pembangkit yang paling diandalkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem interkoneksi Jawa-Bali.

PLTU Tanjung Jati B memegang peran sentral dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali


Hingga triwulan III 2019, PLTU dengan kapasitas 4 x 710 MW ini memiliki kesiapan produksi listrik (Equivalent Availability Factor – EAF) hingga 93,6% selama setahun.

Sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2006 PLTU Tanjung Jati B menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali. 

PLTU Tanjung Jati B berkontribusi 12% atau  setara dengan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga

Keberadaan pembangkit ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi  kontinyuitas suplai listrik, namun juga turut membantu pemerintah dalam penghematan APBN.


Secara produksi listrik PLTU Tanjung Jati B mampu berkontribusi sebesar 12% atau setara denagan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga.  (CNBC Indonesia/Peti)
Foto: PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. (CNBC Indonesia/Peti)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mengejar target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 mendatang. Demi mencapai target tersebut, beberapa rencana di sektor kelistrikan tengah disiapkan.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan salah satu upaya untuk meningkatkan porsi energi baru terbarukan adalah dengan mengurangi porsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.

Dia mengatakan, saat ini porsi PLTU mencapai 65%. Sementara target energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 sebesar 23% sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dari 10,9% pada semester I 2020. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan porsi EBT ke dalam sistem ketenagalistrikan nasional.

Salah satu cara yang bisa dilakukan menurutnya adalah dengan mengurangi porsi PLTU. Saat ini pihaknya tengah mempertimbangkan PLTU tua yakni pembangkit dengan usia lebih dari 20 tahun untuk dihentikan dan digantikan dengan energi baru terbarukan.

"Kita lagi mau lihat dan menghitung pada PLTU yang tua, yang sudah berumur mungkin 20-25 tahun apa ini di-replace (diganti) atau tetap digunakan," tuturnya dalam dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020, Selasa (24/11/2020).

Menurutnya, dua opsi tersebut masih dikaji karena dari segi selisih harga EBT sudah mulai turun, sehingga bisa bersaing dengan harga batu bara. Namun demikian, pihaknya tetap berharap bila pembangkit listrik berbahan bakar EBT yang menggantikan PLTU ini, tidak akan membebani PLN di dalam biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.

Pihaknya pun mempertimbangkan salah satu opsi EBT untuk menggantikan PLTU yakni melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Apa replace dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) karena dia less maintenance, cepat dibangun, dan harganya cenderung turun," tuturnya.

Pilihan lain adalah PLTU dipertahankan dengan substitusi energi primernya dengan biomass co-firing. Menurutnya, di beberapa pembangkit telah dilakukan pengujian dengan kandungan biomassa 3%-5% sebagai bahan bakar PLTU dan hasilnya pun menunjukkan tidak ada gangguan pada pembangkit.

"Jadi, harus ada kami masih lakukan kajian apakah bisa PLTU bisa diganti dengan pembangkit-pembangkit baru seperti PLTS atau PLTU dipertahankan dengan substitusi energi primernya dengan biomass," ujarnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gegara Corona, Tambahan Pembangkit Baru Bakal Diciutkan 15 GW

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular