Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang diselenggarakan pada 21-22 November kemarin, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mulai 'mesra'.
Dalam diskusi yang berlangsung dalam panggilan telepon itu, kedua pemimpin setuju untuk meningkatkan saluran komunikasi dan berkomitmen untuk membuka diri masing-masing untuk berdiskusi mengenai rintangan diplomatik yang dihadapi kedua negara.
"Presiden Erdogan dan Raja Salman setuju untuk menjaga saluran dialog tetap terbuka untuk meningkatkan hubungan bilateral dan mengatasi masalah," kata kepresidenan Turki dalam sebuah pernyataan.
Hal ini merupakan kejutan dalam hubungan keduanya. Apalagi Arab Saudi dan Turki kerap bertindak sebagai rival di wilayah Timur Tengah.
Ini terlihat dalam cara kedua negara mengatasi krisis di kawasan. Lantas apa saja momen-momen menegangkan yang meruncingkan hubungan keduanya?
Hal 2>>
1. Dukungan kepada Ikhwanul Muslimin di Mesir
Pertentangan pertama dalam relasi Saudi dan Turki terjadi pada saat mereka memandang kelompok Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini memiliki peran cukup kuat dan memiliki banyak peranan di timur tengah pasca Arab Spring.
Ikhwanul Muslimin memenangkan pemilu Mesir pasca penggulingan Hosni Mubarak dan menempatkan Mohamed Morsi sebagai presiden. Riyadh memandang kelompok ini sebagai ancaman kepada kelanggengan sistem kerajaan di Arab Saudi.
Melalui faksi militer Mesir yang dipimpin Abdul Fatah Al Sisi, Morsi dikudeta. Langkah ini membuat Turki yang sangat mendukung Ikhwanul Muslimin gerah.
Ankara mengecam Saudi beberapa kali dalam forum internasional. Pada Oktober 2014, Arab Saudi berhasil berkampanye mematahkan tawaran Turki untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena penentangan terhadap sikap Turki kepada Ikhwanul Muslimin.
2. Krisis Diplomatik Qatar
Pada tahun 2017 negara-negara arab kelompok Saudi seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir sepakata untuk memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar. Langkah ini dilakukan menyusul tuduhan yang menyatakan Qatar terlibat dalam pendanaan kelompok Ikhwanul Muslimin dan Al Qaeda serta menjadi mitra dagang dengan Iran.
Alhasil Qatar diisolasi habis oleh negara-negara teluk. Namun, Turki mengecam langkah Saudi sebagai langkah yang sangat keliru. Sebagai balasan Saudi, mengancam akan menjatuhkan sanksi dan telah melakukan diskusi dengan UEA untuk menahan "kebijakan ekspansionis Turki".
Sebaliknya, Erdoğan menuduh Saudi non-Islam dan bidah. Selain itu, Turki telah mengerahkan pasukan untuk mempertahankan pemerintah Qatar dari percobaan kudeta oleh Saudi dan UEA.
Pada 1 Maret 2018, saluran MBC Arab Saudi menghentikan siaran sinetron Turki yang ditayangkan dalam bahasa Arab. Pada Maret 2018, Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman (MBS) menyebut Turki sebagai bagian dari "segitiga kejahatan" bersama Iran dan Ikhwanul Muslimin. Dalam konflik ini, ketegangan atara Riyadh dan Ankara meruncing tajam.
Hal 3>>
3. Pembunuhan Jamal Khashoggi
Jurnalis Arab Saudi keturunan Turki Jamal Khashoggi dibunuh pada oktober 2018 di konsulat jenderal Saudi di Istanbul. Pembunuhan itu diprediksi didalangi oleh Putra Mahkota Saudi MBS. Khashoggi sangat viral dalam mengkritik keluarga kerajaan. Hingga saat ini jasad dari Khashoggi belum ditemukan.
Turki meminta penyelidikan penuh atas kasus ini dan juga beberapa kali menuduh MBS sebagai dalang pembunuhan tersebut. Riyadh menentang klaim Ankara tersebut dan dikabarkan menangkap pelaku pembunuhan tersebut.
Namun pada September 2020 para pembunuh Khashoggi itu tidak divonis mati oleh kerajaan, menimbulkan keraguan Ankara mengenai pembunuhan berencana ini. Erdogan lalu kembali menuduh MBS sebagai dalang dari pembunuhan Khashoggi. Kerajaan menanggapi klaim Erdogan sebagai klaim yang sangat kelewat batas.
4. Saudi Boikot Produk Turki
Pada Oktober 2020, ketegangan politik kedua negara sepertinya akan meluas ke perdagangan. Pejabat negeri Raja Salman itu menyerukan boikot terhadap semua produk Turki, mulai dari impor, investasi hingga pariwisata.
"Boikot semua dari Turki, baik dari level impor, investasi dan pariwisata," Kepala Kamar Dagang Arab Saudi Al Ajan dikutip dari Gulf News. "Ini adalah tanggung jawab semua orang Saudi (untuk memboikot)."
Seruan boikot muncul setelah Erdogan mengatakan beberapa negara Teluk menargetkan Turki dan menerapkan kebijakan yang membuat kawasan tidak stabil. "Namun, kita akan terus mengibarkan bendera kami di wilayah ini selamanya, dengan izin Allah," kata Erdogan kepada Majelis Umum Turki pekan lalu.
Saudi adalah pasar ekspor ke-15 negara itu. Negara ini menjadi titik transit untuk barang-barang Turki.
Sementara itu, ditulis Bloomberg, Turki tak akan diam bila langkah itu diambil Saudi. Menurut sumber yang dekat dengan ini, negara itu akan melapor ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).