Penghapusan Premium, Diusulkan Tim Anti Mafia Migas pada 2015

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
20 November 2020 10:13
INFOGRAFIS, Peminat BBM Jenis Premium Menurun
Foto: Infografis/Peminat BBM Premium/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di bawah 90 sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara di dunia. Hanya tujuh negara yang masih menggunakannya, dan Indonesia menjadi salah satunya.

Salah satu merek yang dijual PT Pertamina (Persero) adalah Premium yang memiliki RON 88. Padahal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, bensin yang harus dijual ke publik minimum harus mengandung RON 91. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri LHK.

Jika mengacu pada Permen LHK tersebut, mestinya Premium sudah tidak lagi dijual di Indonesia. Tidak hanya Premium, jenis bensin lain dengan RON di bawah 91 yang juga dijual oleh sejumlah perusahaan minyak lainnya seperti VIVO, Shell, dan Total juga semestinya dilarang.

Namun ternyata, bukan hanya faktor lingkungan, bahkan sebelum adanya Peraturan Menteri LHK tersebut, bensin Premium sudah diminta dihapus oleh Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi atau biasa disebut juga dengan Tim Anti Mafia Migas sejak 2015.

Tak selang sebulan sejak Presiden Joko Widodo dilantik menjadi Presiden dan akhirnya membentuk Kabinet pada Oktober 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas pada November 2014. Tim yang diketuai Faisal Basri ini pun akhirnya mengeluarkan 12 poin rekomendasi final sebelum akhirnya resmi dibubarkan pada Mei 2015.

Adapun salah satu poin rekomendasi yaitu terkait tata niaga dan pengadaan minyak mentah dan BBM. Tim merekomendasikan agar Pertamina menghentikan impor RON 88 dan gasoil (solar) 0,35% sulfur, dan menggantinya masing-masing dengan impor Mogas 92 dan gasoil 0,25% sulfur. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25% sulfur, dan mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92.

Pengamat Ekonomi Energi UGM dan juga Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengatakan usulan soal penghapusan Premium oleh Tim Anti Mafia Migas sejak 2015 lalu itu karena Premium dinilai tidak hanya beremisi tinggi, tapi impornya juga memicu bahaya moral (moral hazard), yang menjadi sasaran empuk bagi Mafia Migas berburu rente.

"Sejak beberapa tahun lalu, BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional, sehingga tidak ada harga patokan. Pengadaan impor BBM Premium dilakukan dengan blending di kilang minyak Singapura dan Malaysia, yang harganya bisa lebih mahal," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (19/11/2020).

Lebih lanjut dia mengatakan, tidak adanya harga patokan bagi BBM Premium berpotensi memicu praktek mark-up (menaikkan) harga yang menjadi lahan bagi Mafia Migas untuk berburu rente. Alasan inilah yang membuat timnya mengusulkan penghapusan Premium sejak 2015 lalu.

"Potensi pemburuan rente inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi Tim Anti Mafia Migas untuk merekomendasikan penghapusan BBM Premium lima tahun lalu," tegasnya.

Fahmy membenarkan jika penghapusan Premium dilakukan pada saat pandemi Covid-19 ini, akan semakin membebani masyarakat karena masyarakat harus beralih dari Premium ke Pertamax yang lebih mahal.

Masyarakat pengguna Premium merupakan konsumen terbesar kedua setelah Pertalite. Demi meringankan beban masyarakat, menurutnya penghapusan BBM di bawah RON 91 harus disertai dengan penurunan harga Pertamax RON 92. Dia menyebut bahwa Pertamina masih ada ruang untuk menurunkan harga BBM jenis Pertamax.

"Pasalnya, trend harga harga minyak dunia masih cenderung rendah, rata-rata di bawah US$ 40 per barrel dan Indonesian Crude Price (ICP) ditetapkan sebesar US$ 40 per barrel," ucapnya.

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) dikabarkan tidak akan lagi menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium atau bensin dengan nilai oktan (RON) 88 di daerah Jawa, Madura, dan Bali per 1 Januari 2021.

Hal itu diungkapkan MR. Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam sebuah diskusi tentang BBM ramah lingkungan di akun YouTube YLKI ID, Jumat (13/11/2020).

"Syukur alhamdulillah Senin lalu saya bertemu Direktur Operasi Pertamina. Beliau menyampaikan per 1 januari 2021, Premium di Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) khususnya akan dihilangkan. Kemudian menyusul kota-kota lainnya di Indonesia," tuturnya dalam diskusi tersebut.

Namun saat dikonfirmasikan kepada Pertamina, perseroan menyerahkan keputusan ini kepada pemerintah karena pemerintah lah yang berwenang memutuskan dihapus atau tidaknya bensin Premium. Bensin Premium termasuk ke dalam jenis BBM khusus penugasan yang diatur melalui Keputusan Menteri ESDM.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sampai 2024, Pertamina Turunkan Premium, Bagaimana Pertalite?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular