
BI Sudah Turunkan Bunga Nih, Bisa Nggak RI Lepas dari Resesi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan. Semoga kebijakan ini mampu melepaskan Indonesia dari jeratan resesi ekonomi.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%. Keputusan ini mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI.
Inflasi domestik memang rendah. Bahkan BI memperkirakan inflasi pada akhir 2020 akan berada di bawah kisaran 2-4%. Artinya, inflasi bisa di bawah 2%.
Sebelumnya, BI menahan suku bunga acuan selama empat bulan berturut-turut demi menjaga stabilitas rupiah. Namun saat ini sepertinya rupiah sudah kalem, BI tidak perlu khawatir berlebihan.
Sejak awal kuartal IV-2020 hingga kemarin, rupiah melesat dengan penguatan lebih dari 5% di hadapan greenback. Pencapaian ini membuat rupiah jadi mata uang terbaik di Asia.
Ke depan, ada harapan rupiah bisa terus menguat meski BI menurunkan suku bunga acuan. Sebab, imbalan berinvestasi di Indonesia masih lebih menarik dibandingkan negara-negara yang sekelompok (peers).
Saat ini imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 6,196%. Dengan inflasi yang sampai Oktober sebesar 1,44% YoY, maka keuntungan riil dari instrumen ini adalah 4,756%.
Mari bandingkan dengan negara-negara lain yang juga berstatus menengah-atas (upper-middle income countries). Misalnya di Brasil, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun adalah 7,595% dan inflasi Oktober di 3,92% YoY. Jadi walau yield obligasi pemerintah Brasil lebih tinggi ketimbang Indonesia, tetapi keuntungan riilnya lebih rendah yaitu 3,675%.
Contoh lain misalnya Turki. Yield obligasi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk tenor 10 tahun mencapai 11,82%, lagi-lagi lebih tinggi dibanding Indonesia. Namun inflasi di Turki adalah 11,89% YoY per Oktober, sehingga investor bukannya untung tetapi rugi -0,07% saat menanamkan modal di aset ini.
Oleh karena itu, investor akan tetap memburu aset-aset keuangan di Indonesia (terutama Surat Berharga Negara/SBN) karena cuan yang diperoleh masih relatif tinggi. Tingginya minat investor akan semakin mendongkrak harga SBN dan yield bergerak turun.
"Kami mengambil posisi overweight terhadap obligasi pemerintah Indonesia. Kami memperkirakan yield SBN 10 tahun akan melandai dan turn ke kisaran 5,8%," sebut riset Citi.
