Hawa Reshuffle Makin Panas, Kapan Mau Dieksekusi Pak Jokowi?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 November 2020 12:18
INFOGRAFIS, Ini Alasan Jokowi Murka ke Para Menterinya
Foto: Infografis/Jokowi Marahi Menteri/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Hawa perombakan kabinet (reshuffle) semakin panas. Jajaran menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) seakan tak pernah berhenti membuat kepala negara jengkel bukan main.

Awal kejengkelan Jokowi membuncah, kala sidang kabinet paripurna pada Juni 2020 lalu. Para menteri dianggap masih saja bekerja dengan 'normal' kendati Indonesia tengah menghadapi masa krisis.

Saat menyampaikan pidatonya, Jokowi membuka dengan nada yang cukup tinggi. Kepala negara terlihat berang lantaran masih ada segelintir menteri yang bekerja secara biasa-biasa saja dalam situasi sekarang.

"Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa biasa saja. Saya jengkelnya disitu. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis," tegas Jokowi dengan nada tinggi.

Sambutan Presiden Jokowi pada ASEAN Business and Investment Summit (ABIS) 2020, 14 November 2020. (Foto: Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden)Foto: Sambutan Presiden Jokowi pada ASEAN Business and Investment Summit (ABIS) 2020, 14 November 2020. (Foto: Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jokowi mengaku geram karena jajarannya tidak sigap dalam menghadapi situasi krisis. Kepala negara bahkan meluapkan amarahnya lantaran kinerja pembantunya tidak membawa kemajuan yang signifikan.

"Tindakan-tindakan kita, keputusan kita, kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?," tegasnya.

"Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini [harus] extraordinary. Saya harus ngomong apa adanya. Enggak ada progres yang signifikan, enggak ada," katanya.

Jokowi lantas melontarkan ancaman reshuffle di depan para menteri yang menghadiri sidang kabinet paripurna. Ini merupakan kali pertama Jokowi secara blak-blakan mengancam para menterinya di tahun pertama periode kedua pemerintahannya.

"Langkah extra ordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah pemerintah akan saya buka," katanya.

"Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan," tegasnya.

Empat bulan berlalu sejak Jokowi mengutarakan ancaman reshuffle, kali ini kepala negara kembali angkat suara. Orang nomor satu di Indonesia ini sama sekali tidak menutup kemungkinan adanya reshuffle dalam waktu dekat.

"Bisa saja [reshuffle], Bisa saja minggu depan, bisa saja bulan depan, bisa saja tahun depan," kata Jokowi dalam program Rosi di Kompas TV.

Di mata Jokowi, susunan kabinet saat ini memang jauh lebih baik dibandingkan kabinet sebelumnya, terutama dalam hal kerja sama. Namun, ternyata masih ada menteri yang faktanya belum memenuhi ekspektasi kepala negara.

"Ada yang sudah [berani], ada yang belum. Berani itu tidak harus sangat, tapi yang penting berani itu berani eksekusi. Kebijakan yang memang sulit. Kebijakan itu yang kita butuhkan, ada ketegasan dan keberanian," katanya.

Jokowi sekaligus membantah persepsi yang mengatakan jika Presiden tidak memiliki kekuasaan dalam mengganti posisi menteri yang berasal dari partai politik, terutama partai pendukung itu tak berlaku baginya.

Sikap tegas Jokowi, juga berlaku bagi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Ndak. Saya kira kalau memang tidak baik, saya akan bilang saya ganti. Saya masih, saya biasa bicara seperti itu," jelasnya.

BERSAMBUNG HALAMAN SELANJUTNYA >> SIGNAL RESHUFFLE MAKIN MENGUAT

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, dalam satu tahun terakhir memang tak terhitung kemarahan Jokowi yang diluapkan di depan publik. Mulai dari persoalan mafia migas, harga gas yang tak kunjung turun, hingga berkaitan dengan penanganan Covid-19.

Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali meluapkan kejengkelannya di depan umum. Kali ini, kepala negara dibuat kesal lantaran serapan belanja pemerinah yang belum terserap maksimal meskipun sudah di penghujung tahun.

Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat membuka rapat koordinasi pengadaan barang dan jasa pemerintah di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat secara virtual, seperti dikutip Kamis (19/11/2020).

"Tadi pak Ketua LKPP menyampaikan ini bulan November sudah tanggal berapa ini? 18 November, masih ada yang untuk proses kontruks. ini kontruksi lho ya. Masih dalam proses Rp 40 triliun. Terus ngerjainnya kapan?," kata Jokowi dengan nada meninggi.

Jokowi mengaku tak habis pikir dengan rendahnya serapan belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah. Jokowi lantas mengungkap alasan kenapa akselerasi belanja tidak ada perubahan setiap tahunnya.

"Terus nanti kalau misalnya itu selesai, jadi barangnya kaya apa? Kalau bangun ya ambruk. Kalau jembatan ya ambruk. Hanya berapa bulan. Jangan sampai sekali lagi, diulang-ulang semuanya, menumpuk di akhir tahun," jelasnya.

Menurutnya, lambanya proses pengadaan baik itu yang berasal dari belanja pemerintah pusat maupun daerah menjadi penyebab utama. Selain itu, ditambah sikap sejumlah instansi pemerintah yang bekerja biasa-biasa saja dalam situasi sekarang.

"Akibatnya yang tadi saya sampaikan, realisasi belanja yang sudah dianggarkan baik di APBN, APBD menjadi terhambat. November masih Rp 40 triliun dan itu adalah kontruksi," katanya.

Jokowi menegaskan, akselerasi belanja pemerintah saat ini menjadi harapan yang bisa mendorong perekonomian nasional. Belanja pemerintah diharapkan meningkatkan perputaran uang di masyarakat.

"Kita ingat di kuartal kedua konsumsi pemerintah berada di -6%. Di kuartal ketiga kita sudah masuk ke positif 9% kurang lebih. Itulah yang men-trigger pertumbuhan ekonomi kita," katanya.

Jokowi menegaskan jajaran menteri maupun kepala daerah perlu diberikan 'peringatan' terkait rendahnya akselerasi serapan anggaran belanja kendati sudah memasuki penghujung tahun.

"Dengan berpijak pada data tersebut, para menteri dan kepala daerah bisa diberikan alarm, bisa diberikan peringatan agar mereka melakukan langkah percepatan di kondisi pandemi seperti ini," kata Jokowi.

Jokowi memandang, alarm peringatan perlu diberikan karena sampai saat ini masih ada kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah yang masih saja bekerja dengan cara lama di tengah krisis.

"Alarm peringatan perlu diberikan karena banyak kementerian, banyak lembaga, banyak pemerintah daerah yang masih bekerja dengan cara lama," jelasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular