Ini Bocoran Rencana Jokowi Soal Tarif Listrik Green Energy

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
16 November 2020 18:48
foto : Dok. ESDM
Foto: Dok. ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan tiga formulasi harga listrik energi baru terbarukan (EBT) yang rencananya akan diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, rancangan Perpres mengenai harga listrik energi terbarukan sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dadan mengatakan, terdapat tiga formulasi harga listrik EBT. Pertama, melalui harga yang sudah ditetapkan yakni Feed in Tariff (FIT) secara bertahap, sehingga tidak ada proses bisnis melalui negosiasi.

Kedua, dengan opsi harga patokan tertinggi (HPT) untuk kapasitas-kapasitas listrik di atas 5 Mega Watt (MW). Ketiga, skema harga sesuai kesepakatan bersama antara pengembang dan PT PLN (Persero).

"Ada tiga kelompok harga listrik energi terbarukan, pertama adalah FIT, harganya sudah stay di situ. Kalau untuk sampai 5 MW, harganya ditetapkan langsung, jadi tidak ada negosiasi B2B (Business to Business) atau segala macam," jelas Dadan saat melakukan rapat bersama Komisi VII DPR, Senin (16/11/2020).

"Kedua, ada opsi harga patokan tertinggi, ini untuk kapasitas-kapasitas yang agak besar di atas 5 MW. Terakhir, harga kesepakatan," kata Dadan melanjutkan.

Skema rancangan harga listrik EBT tersebut akan berlaku untuk berbagai jenis pembangkit listrik, di antaranya pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga mikrohidro atau minihidro (PLTM/MH).

Selain itu, skema harga juga berlaku untuk pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi energi biomassa atau biogas (PLTBm/PLTBg), serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Fotovoltaik dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Lebih rinci Dadan menjelaskan, untuk formulasi pertama berupa skema FIT, dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama (staging 1) berlaku selama 10 tahun, dilakukan tanpa negosiasi, dengan faktor lokasi.

Harga tanpa negosiasi tersebut akan berlaku untuk sejumlah pembangkit tenaga listrik yang memiliki kapasitas hingga 5 MW, seperti PLTA/M/MH (termasuk PLTA waduk), PLTS Fotovoltaik dan PLTB, PLTBm dan PLTBg (baru dan ekspansi), serta PLTS Fotovoltaik dan PLTB ekspansi.

Kemudian, untuk formulasi kedua dengan harga patokan tertinggi (HPT), yang merupakan skema dua tahap (staging 2 tahap) dengan faktor lokasi pada staging 1 dengan jangka waktu 10 tahun. Skema harga ini akan berlaku untuk sejumlah jenis pembangkit listrik dengan kapasitas lebih dari 5 MW.

Sejumlah jenis pembangkit listrik yang dimaksud yakni PLTP untuk semua kapasitas, PLTA (termasuk PLTA waduk), PLTS Fotovoltaik dan PLTB, PLTBm dan PLTBg (baru dan ekspansi), PLTS Fotovoltaik dan PLTB ekspansi, dan excess power PLTP, PLTA, PLTBm, PLTBg semua kapasitas.

"Untuk skema ketiga terkait harga kesepakatan, misalkan untuk PLTA peaker (penopang beban puncak) untuk semua kapasitas. Kemudian untuk PLTSa, PLT BBN, atau untuk pembangkit yang sekarang belum didefinisikan, misal yang ada pembangkit listrik yang di laut, yang belum tahu secara harganya berapa. Itu B2B saja antara off taker (pembeli) dengan PLN," jelas Dadan.

Mengenai faktor lokasi, kata Dadan, akan mempertimbangkan tingkat kesulitan implementasi proyek berdasarkan wilayah dan ketentuan harga pembelian tenaga listrik akan dievaluasi paling lama tiga tahun.


(wia/wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Permanen, Diskon Tarif Listrik Pada Waktunya Dicabut!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular