
Sampai 2025, RI Bakal Masih Impor BBM 13 Juta KL

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memperkirakan Indonesia masih akan mengimpor bahan bakar minyak (BBM) setidaknya hingga 2025 sebelum sejumlah proyek kilang baru, baik ekspansi dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) maupun kilang baru (new grass root refinery) yang tengah dibangun Pertamina beroperasi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, pada 2020 permintaan BBM masih lebih besar dibandingkan produksi dari dalam negeri. Namun demikian, pihaknya berharap pada 2026, produksi BBM berada pada tingkat yang sama dengan jumlah permintaan, sehingga negara bisa berhenti impor BBM.
"Diharapkan produksi BBM akan meningkat, sehingga pada 2026 diharapkan bisa sama antara demand (permintaan) dan produksi," tuturnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (16/11/2020).
Berdasarkan data yang dipaparkannya, pada 2020 permintaan BBM diperkirakan mencapai 69,72 juta kilo liter (kl), sementara produksi BBM dalam negeri hanya 44,52 juta kl. Namun karena ada tambahan pasokan campuran bahan bakar nabati (BBN) biodiesel sebesar 8,43 juta kl, maka impor BBM pada tahun ini diperkirakan mencapai 16,76 juta kl.
Sementara pada 2021, impor BBM diperkirakan meningkat menjadi 18,43 juta kl karena meningkatnya kebutuhan menjadi 72,16 juta kl, sementara produksi masih relatif stabil pada posisi 44,52 juta kl. Untuk produksi biodiesel ada tambahan menjadi 9,20 juta kl.
Pada 2022, impor BBM diperkirakan turun tipis menjadi 16,65 juta kl karena ada peningkatan dari sisi produksi BBM dalam negeri menjadi 47,83 juta kl dan biodiesel sebesar 10,20 juta kl, sementara permintaan juga naik menjadi 74,68 juta kl. Tambahan produksi BBM pada 2022 diperkirakan karena adanya tambahan produksi dari proyek RDMP Balongan.
Pada 2023-2025, produksi BBM dalam negeri diperkirakan naik menjadi 57,46 juta kl karena mulai beroperasinya proyek RDMP Balikpapan. Sementara produksi biodiesel diperkirakan naik menjadi 10,50 juta kl pada 2023, 12,10 juta kl pada 2024, dan 12,40 juta kl pada 2025.
Di sisi lain, permintaan BBM pada 2023-2025 juga terus meningkat menjadi 77,30 juta kl, 80 juta kl, dan 82,52 juta kl pada 2025. Dengan demikian, pada 2023 impor BBM mencapai 9,34 juta kl, namun pada 2024 naik lagi menjadi 10,45 juta kl, dan 12,67 juta kl pada 2025.
Namun pada 2026, dengan proyeksi mulai beroperasinya proyek RDMP Cilacap dan kilang baru Tuban, produksi BBM dalam negeri pun diperkirakan melesat menjadi 84,27 juta kl, tak beda jauh dengan permintaan yang diperkirakan sebesar 85,14 juta kl. Namun dengan perkiraan adanya campuran biodiesel sebesar 12,80 juta kl, maka mulai 2026 diperkirakan tak ada impor BBM lagi.
"Prognosa demand dengan asumsi kenaikan 3,16% per tahun. Pada saat kebutuhan BBM terlampaui, kilang mampu memproses menjadi petrokimia," ujarnya.
Adapun asumsi produksi BBN tersebut dengan asumsi pencampuran biodiesel pada solar sebesar 30% (B30), adanya pengembangan produksi solar dari bahan baku sawit atau dikenal dengan istilah green diesel melalui pemrosesan bersama (co-processing) di kilang Dumai diperkirakan beroperasi pada 2022.
Lalu, ada juga tambahan green diesel dari kilang Cilacap mulai 2022, lalu meningkat lagi pada 2023. Pada 2024 ada tambahan green diesel dari kilang Plaju.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bahaya! RI Masih Kecanduan Impor Minyak, Ini Buktinya
