
Sepi Abis! Penjualan Rumah Makin Lambat

Suku bunga yang dinilai tinggi memang jadi penghambat naiknya permintaan. Maklum KPR masih menjadi sumber utama pembiayaan konsumen membeli properti residensial. Pada periode Juli-September lalu, sebanyak 76% responden menggunakan kredit jenis ini untuk membeli rumah.
Sepinya minat beli konsumen juga terlihat dari perlambatan penyaluran kredit KPR oleh perbankan. Pada kuartal ketiga penyaluran KPR oleh perbankan tumbuh minimalis hanya 2,05% (yoy). Itupun melambat dari kuartal kedua yang tumbuh 3,5% (yoy).
Apabila ditinjau secara kuartalan pertumbuhan penyaluran kredit KPR pada kuartal III tercatat tumbuh minimalis juga sebesar 0,62% (qoq). Namun lebih baik ketimbang pada kuartal kedua yang justru mengalami kontraksi sebesar 0,11% (qoq).
Tidak ingin terus-terusan mengalami perlambatan, pemerintah pun turun tangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya memberikan injeksi likuiditas ke perbankan Himbara terutama kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) senilai Rp 35 triliun yang memiliki core business di sektor perumahan agar bisa lebih agresif dalam menyalurkan kredit.
Selain persoalan suku bunga, masih ada beberapa faktor lain yang mengganjal peningkatan permintaan rumah. Faktor-faktor tersebut adalah masih tingginya proporsi uang muka dalam pengajuan KPR, masalah perizinan dan birokrasi hingga harga material bangunan yang mengalami kenaikan.
Well, jika melihat faktor-faktor di atas setidaknya pertumbuhan penjualan rumah bakal terdongkrak bila mobilitas masyarakat semakin membaik seiring dengan meredanya Covid-19 dan juga penurunan lebih lanjut suku bunga KPR yang selalu jadi alasan yang mempengaruhi demand properti nasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]