
Ada Kabar Baik & Buruk Soal Harga & Penjualan Rumah, Apa Ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga properti residensial mencatatkan perlambatan pertumbuhan pada kuartal kedua tahun ini. Saat bersamaan, merebaknya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah memicu anjloknya penjualan rumah.
Dalam rilis terbarunya, Bank Indonesia (BI) mencatat indeks harga properti residensial (IHPR) tumbuh 1,59% (yoy) ke 212,84. Pada kuartal sebelumnya IHPR tercatat masih mampu tumbuh 1,68% (yoy). Artinya harga rumah di dalam negeri masih tumbuh meski melambat pertumbuhan kenaikan harganya, tentu jadi kabar buruk bagi pengembang.
Perlambatan harga terutama terjadi pada rumah tipe kecil. IHPR untuk rumah tipe kecil pada kuartal kedua tumbuh 2,35% (yoy) melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh di angka 2,8% (yoy).
Sementara untuk jenis rumah tipe sedang dan besar harganya masih mencatatkan kenaikan pertumbuhan. Mengacu pada hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) BI, IHPR untuk rumah tipe sedang dan besar pada periode April-Juni naik masing-masing 1,42% (yoy) dan 0,99% (yoy).
IHPR pada kuartal kedua untuk rumah tipe menengah dan besar pada triwulan kedua naik lebih tinggi dibanding tiga bulan pertama tahun ini yang tumbuh di angka 1,36% (yoy) untuk rumah menengah dan 0,86% (yoy) untuk rumah tipe besar.
Kemudian untuk penjualan rumah sendiri tercatat masih mengalami kontraksi. Pada kuartal kedua penjualan rumah mengalami kontraksi 25,6% (yoy) membaik dari kuartal pertama yang anjlok sampai 43,19% (yoy). Tentu ini kabar baik, di tengah pandemi yang belum usai.
Kontraksi ini dipicu oleh penurunan penjualan rumah untuk semua tipe. Meski harganya tumbuh melambat, penjualan rumah tipe kecil justru mengalami kontraksi penjualan yang paling rendah dibanding tipe rumah lain.
Volume penjualan rumah tipe kecil pada kuartal kedua 2020 tercatat turun 14,36% (yoy) sedangkan untuk rumah tipe menengah dan besar masing-masing mengalami penurunan 40,11% (yoy) dan 36,71% (yoy).
Penurunan permintaan rumah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Sebanyak 19,85% responden yang disurvei BI mengatakan pandemi Covid-19 serta penerapan PSBB menjadi faktor utama anjloknya demand.
Selain soal pandemi sebanyak 17,3% responden juga memandang bahwa suku bunga KPR dirasa masih tinggi. Padahal rata-rata suku bunga KPR terus mengalami penurunan. Pada Juni lalu saja rata-rata suku bunga KPR berada di angka 8,85% lebih rendah dibanding pada Maret yang berada di angka 8,92%.
Meski suku bunga sudah turun, tetapi fenomena yang terjadi di lapangan pendapatan dan daya beli masyarakat juga terkikis akibat terhambatnya aktivitas ekonomi Tanah Air akibat pembatasan mobilitas publik yang diterapkan.
Faktor lain yang juga tak kalah penting menjadi penghambat penjualan rumah antara lain proporsi uang muka yang tinggi untuk pengajuan KPR (17,1%), masalah perizinan/birokrasi (15,83%) dan kenaikan harga bahan bangunan (11,74%).
Mayoritas responden yang disurvei (78,4%) menggunakan fasilitas kredit KPR untuk membeli properti residensial. Masalahnya selain minat yang melambat, penyaluran kredit KPR juga ikut melambat.
Pada Juni 2020, penyaluran kredit KPR & KPA tumbuh 3,5% (yoy), melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,34% (yoy). Secara kuartalan penyaluran kredit KPR dan KPA bahkan mengalami kontraksi. Di bulan Juni penyaluran kredit KPR dan KPA terkontraksi 0,11% (qoq).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rumah Masih Naik Sih, Tapi...