Pada kuartal II-2020, ekonom Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 5,32%. Kontraksi kembali terjadi pada kuartal III-2020, meski angkanya melandai di 3,49%. Pertumbuhan negatif dalam dua kuartal beruntun adalah definisi resesi ekonomi.
Kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB) yang menipis pada kuartal III-2020 memunculkan harapan. Apakah ekonomi bisa berbalik tumbuh positif pada kuartal IV-2020?
Peluang ke sana memang ada. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi periode Oktober-Desember 2020 ada di kisaran -1,6% hingga 0,6%.
Namun kalau melihat bulan pertama kuartal IV-2020, sepertinya risiko PDB untuk kembali terkontraksi lebih besar. Pasalnya sejumlah data menunjukkan geliat ekonomi Tanah Air belum trengginas.
Data pertama adalah aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI). Pada Oktober 2020, skor PMI manufaktur Indonesia adalah 47,8. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 47,2.
Namun, PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 50,berarti dunia usaha masih belum melakukan ekspansi.
"Pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada pertengahan Oktober hanya sedikit mendorong aktivitas manufaktur. Volume produksi masih menurun, demikian pula pemesanan baru. Permintaan eksternal (ekspor) juga melemah, bahkan cukup dalam. Dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) masih membebani gerak ekonomi secara keseluruhan," sebut keterangan tertulis IHS Markit.
Akibat penurunan penjualan, perusahaan mengalami kelebihan kapasitas. Untuk mengendalikan biaya, pengurangan tenaga kerja masih terus dilakukan bahkan dalam laju yang lebih cepat.
"Penggunaan tenaga kerja turun selama delapan bulan beruntun, dan laju pengurangan pegawai di beberapa perusahaan bahkan semakin cepat. Tidak hanya itu, perusahaan bahkan terpaksa menurunkan harga untuk merangsang permintaan," lanjut keterangan IHS Markit.
Data kedua adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Oktober 2020, Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK sebesar 79. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 83,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik awal. Kalau di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis dalam memandang situasi ekonomi saat ini dan beberapa bulan ke depan.
Data ketiga adalah penjualan ritel. BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh negatif alias terkontraksi 8,7% pada September 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan Agustus 2020 yang -9,2% YoY meski masih negatif.
Penjualan ritel telah mencatatkan pertumbuhan negatif selama 10 bulan beruntun, sejak Desember 2019. Selama 10 bulan tersebut, rata-rata pertumbuhan penjualan ritel adalah -9.08% per bulan.
Kabar kurang sedap belum berhenti sampai di situ. BI memperkirakan penjualan ritel pada Oktober 2020 masih tumbuh negatif, bahkan lebih parah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu -10% YoY. "Sejumlah komoditas seperti kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta barang budaya dan rekreasi diperkirakan mengalami penurunan penjualan," sebut keterangan tertulis BI.
Oleh karena itu, sejumlah kalangan memperkirakan Indonesia masih akan membukukan kontraksi ekonomi pada kuartal IV-2020. Resesi belum pergi, masih betah setidaknya sampai akhir tahun.
"Konsumsi masyarakat kelompok menengah-bawah masih tertahan. Berdasarkan data ketenagakerjaan per Agustus 2020, sekitar 6 juta pekerja terpaksa kembali ke sektor informal, ini di luar jumlah penganggur yang bertambah 2,7 juta orang. Pekerja di kota terpaksa kembali ke desa dan bekerja di sektor pertanian yang minim nilai tambah," kata Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya.
Di sisi dunia usaha, Helmi menilai ekspansi juga masih minim. Ke depan, belanja modal korporasi masih akan terbatas karena prioritas saat ini adalah bertahan hidup.
"Ekonomi kuartal IV-2020 memang akan terdorong oleh puncak realisasi anggaran pemerintah, libur panjang, dan perbaikan ekspor. Namun konsumsi masyarakat masih lemah, sehingga sepertinya ekonomi masih akan tumbuh negatif," lanjutnya.
Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, memperkirakan PDB kuartal IV-2020 akan tumbuh -1,75%. Ini akan membuat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 menjadi -1,98%.
"PMI manufaktur masih di zona kontraksi, bahkan PMI manufaktur Indonesia jadi salah satu yang terendah di Asia. Walaupun penyebaran virus corona di Jakarta dan Jawa Timur, dua hotspot terbesar di Indonesia, sepertinya mulai terkendali, tetapi jumlah penambahan kasus harian masih tinggi. Ini menyebabkan konsumen masih berhati-hati untuk berbelanja," tulis Kevin dalam risetnya.
Kesimpulannya, kemungkinan Indonesia untuk belum bisa keluar dari resesi dalam waktu dekat cukup dekat. Harapan untuk bebas dari resesi memang ada, tetapi sebaiknya jangan terlalu percaya diri.
TIM RISET CNBC INDONESIA