
Di RI Harga Cabai Lagi Pedas, Harga Pangan Global 'Terbang'

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bahan pangan strategis terpantau mulai merangkak naik dan bakal menjadi penyumbang inflasi untuk bulan November 2020. Sebelumnya, peningkatan harga bahan pangan juga terjadi di bulan Oktober dan membuat RI bisa lepas dari jerat deflasi sepanjang kuartal ketiga.
Inflasi akibat kenaikan harga sembako tidak bisa serta merta dijadikan indikator yang menunjukkan adanya perbaikan daya beli masyarakat ketika melihat tingkat inflasi inti. Kenaikan harga bahan pangan merupakan interaksi kompleks banyak variabel mulai dari faktor permintaan, pasokan, stok hingga ekspektasi inflasi.
Bank Indonesia (BI) dalam survei pemantauan harga terbarunya menyebut ada beberapa komoditas pangan penyumbang inflasi bulan ini. Komoditas itu antara lain daging ayam ras segar yang menyumbang inflasi 0,08% secara month to month (mtm).
Selain daging ayam ras segar harga komoditas lain yang juga terkerek naik dan diproyeksikan menyumbang inflasi adalah cabai merah sebesar 0,03% (mtm), telur ayam ras dan bawang merah masing-masing sebesar 0,02% (mtm), serta cabai rawit dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,01% (mtm).
Daging ayam ras segar bakal menjadi kontributor utama inflasi tahun ini. Melihat pergerakan harganya di berbagai pasar tradisional dalam negeri, harga satu kilogram daging ayam ras segar per 6 November dibanderol di Rp 34.650. Padahal sebulan lalu harganya masih di Rp 31.550/kg.
Hanya dalam hitungan satu bulan harga daging ayam ras segar telah naik 9,8%. Selain harga daging ayam yang melesat, harga telur pun ikut terkerek naik meski tidak setinggi kenaikan harga daging ayam.
Pada 7 Oktober lalu, rata-rata harga telur ayam ras segar di pasar tradisional domestik berada di Rp 23.950/kg. Akhir pekan lalu harganya sudah menyentuh Rp 25.050/kg. Ada kenaikan 4,6% dibanding bulan lalu.
Selain komoditas ternak unggas yang mengalami kenaikan, harga komoditas pertanian terutama cabai dan bawang merah juga mengalami kenaikan. Dalam sebulan terakhir harga kedua jenis komoditas tersebut melesat dobel digit.
Kenaikan harga paling fantastis dicatatkan oleh cabai merah keriting yang sudah naik lebih dari 30% sejak akhir September. Menyusul cabai merah keriting ada cabai merah besar yang juga mengalami kenaikan harga lebih dari 20%.
Namun memasuki bulan November harga cabai merah cenderung melandai. Hanya saja harga bawang merah masih konsisten mengalami kenaikan. Dalam sebulan terakhir harga bawang merah melejit 16,5%.
Harga bawang merah sudah tembus Rp 36.700/kg di pasar tradisional RI akhir pekan lalu. Sebulan sebelumnya harga komoditas ini masih berada di Rp 31.500 untuk per kilogram.
Komoditas pertanian lain yang juga bakal menyumbang inflasi adalah minyak goreng dan cabai rawit. Harga minyak goreng curah di pasaran sudah naik 1,9% sebulan terakhir, sedangkan harga cabai rawit hijau dan merah masing-masing naik 2,4% dan 12,7% di waktu yang sama.
Kenaikan harga bahan pangan yang terlalu tinggi wajib diantisipasi oleh pemerintah. Menjelang akhir tahun biasanya harga-harga terutama bahan pangan mengalami kenaikan jelang libur panjang natal dan tahun baru.
Selain itu periode akhir tahun biasanya dibarengi dengan musim hujan. Apalagi dengan adanya fenomena La Nina yang bisa memicu bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Hal ini berpotensi besar merusak panen dan stok komoditas pangan.
Pemerintah perlu mengantisipasinya dengan memastikan ketersediaan stok yang mencukupi agar tak membebani masyarakat yang saat ini kondisi ekonominya sedang susah di masa pandemi Covid-19.
Faktor disparitas harga antara daerah sentra produksi yang kebanyakan di Jawa dengan luar Jawa juga harus menjadi perhatian pemerintah. Selain manajemen stok pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan juga harus mengatur tata niaga komoditas pangan terutama dari segi jalur distribusi agar kenaikan harga dapat ditekan.