
Jika Trump Kalah Pilpres, Bagaimana Nasib GSP AS untuk RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya memperpanjang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dengan Indonesia pada Jumat (30/10/2020) lalu.
Namun perpanjangan ini dilakukan beberapa hari sebelum pemilihan presiden AS antara petahana Donald John Trump dari Partai Republik dan Joseph Robinette Biden dari Partai Demokrat. Hal itu tentu memunculkan kekhawatiran akan fasilitas GSP yang memiliki kemungkinan tidak diperpanjang setelah pilpres AS.
Duta Besar RI untuk AS, Muhammad Lutfi mengatakan, ada kemungkinan tidak diperpanjang jika Kongres AS memutuskan untuk memberhentikan payung hukum fasilitas GSP.
"Itu mungkin saja ini terjadi," kata Lutfi dalam media briefing, Senin (2/11/2020). "Tapi (GSP) kita sekarang ini diperpanjangan tanpa ada pengecualian, artinya kita bisa menikmati apa yang sudah kita kerjakan selama ini."
Eks Menteri Perdagangan itu memaparkan fasilitas GSP sendiri sudah ada sejak tahun 1974, dan sudah 15 kali diperpanjang. Ini artinya baik AS dan Indonesia sedang memperbaiki posisi dagang kedua negara yang sangat strategis di era kolaborasi ini.
"Saya berkeyakinan mereka akan memperpanjang sebagai bagian daripada diplomasi mereka untuk merangkul negara-negara yang mempunyai cara berpikir yang sama dengan kita," ujar Lutfi.
Selain itu, dia juga mengutarakan jika adanya persamaan demokrasi, kebebasan memilih, dan menjunjung tinggi hukum, membuat RI bisa mendapatkan GSP dari AS. Ia memberi contoh Laos dan Vietnam yang tidak bisa mendapatkan fasilitas GSP karena ada perbedaan dengan AS.
Laos sendiri dianggap kurang berdemokrasi, kurang menjunjung tinggi hukum, kurang bisa memberikan hak kepada tenaga kerja, sehingga ditolak AS untuk mendapatkan fasilitas GSP. Sementara Vietnam sebagai negara berbasis komunis juga tidak bisa mendapatkan GSP.
"Jadi ini bagian dari persamaan nilai yang dituangkan di dalam GSP tersebut. Kami berkeyakinan bahwa GSP ini akan diperpanjang (meskipun presidennya ganti) dan ini menjadi pembagian dari diplomasi perdagangan dan politik AS," tutupnya.
Sebagai informasi, GSP merupakan fasilitas perdagangan pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi! AS Perpanjang Fasilitas GSP Kepada Indonesia