Siap-siap! PP Perpajakan Batu Bara Segera Diteken Jokowi

Anisatul Umah & Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
01 November 2020 18:10
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilaporkan akan segera menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pertambangan batu bara. Hal itu dibenarkan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Minggu (1/11/2020).

Menurut Yustinus, draft final rancangan PP itu sudah berada di kantor Kementerian Sekretariat Negara untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden.

"Iya setahu saya masih proses ttd (tanda tangan)," ujarnya.

Menurut dia, ada lebih dari PP terkait batu bara. Perpajakan berasal dari Kemenkeu, sedangkan RPP Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara berasal dari Kementerian ESDM.

"Saya cek masih di Setneg, proses finalisasi. Artinya RPP sekarang di Setneg untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya," kata Yustinus.

Salah satu poin penting dalam PP itu adalah pengaturan perpajakan dan/PNBP kepada pelaku usaha batu bara, terutama bagi para pemegang IUPK batu bara sebagai perpanjangan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Selain PP terkait perpajakan, pelaku usaha juga menunggu PP Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Salah satu perusahaan yang kontrak tambangnya berakhir adalah PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang jatuh pada hari ini, Minggu (1/11/2020). Kendati demikian, belum ada tanggapan dari Arutmin dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) apakah kontrak itu diperpanjang atau tidak.



Sebelumnya pada 1 Agustus 2018, Jokowi sudah menandatangani PP Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Mineral.

PP Itu diterbitkan dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang izin pertambangan rakyat (IPR), pemegang IPUK operasi produksi, dan pemegang kontrak karya (KK) dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan atau PNBP, pemerintah memandang perlu mengatur perlakuan perpajakan dan/atau PNBP di bidang pertambangan mineral.

"Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi Wajib Pajak pemegang IUP, IUPK, IPR, IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk Usaha Pertambangan dari KK yang belum berakhir kontraknya," bunyi Pasal 3 PP ini, seperti dilansir situs resmi Sekretariat Kabinet.

Dalam beleid itu, yang menjadi objek pajak di bidang usaha pertambangan merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di bidang usaha pertambangan sehubungan dengan: a. penghasilan usaha; dan b. penghasilan dari luar usaha dengan nama dalam bentuk apapun.

Penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan/pengalihan hasil produksinya.

"Besaran penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan," bunyi Pasal 5 ayat (1) PP tersebut.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article ESDM Ungkap Nasib Kontrak Tambang Raksasa Arutmin & KPC

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular