
Bikin Murka, UMP 2021 Tak Naik 'Pil Pahit' Buat Buruh

Tingginya kenaikan upah juga bakal menimbulkan kemudharatan jika tidak dibarengi dengan perbaikan produktivitas. Di sisi lain upah yang terlalu tinggi juga akan membuat para pengusaha tertekan keuangannya.
Untuk menjaga margin laba para pengusaha bisa melakukan efisiensi di berbagai pos beban biaya, salah satunya adalah mengurangi beban biaya di pos karyawan. Untuk menghemat belanja, perusahaan bisa saja memotong gaji, menurunkan jam kerja hingga yang paling ekstrem dengan memberhentikan karyawan (PHK).
Ongkos PHK tidak murah. Pesangon yang harus diberikan pengusaha kepada karyawannya yang terkena PHK beragam, tetapi bisa mencapai 32 kali gaji tergantung pada masa baktinya juga.
Namun ongkos PHK yang tinggi ini juga berpotensi membuat perusahaan menyelewengkan kewajibannya dan pada akhirnya merugikan kalangan buruh sendiri.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengusaha dan pemilik modal adalah pihak yang mampu menciptakan lapangan kerja. Apabila kondisi keuangan mereka tertekan dan tidak bisa berekspansi maka dari mana lapangan kerja tercipta?
Setiap tahunnya ada kurang lebih 2 juta angkatan kerja baru. Sementara yang terserap hanya setengahnya atau bahkan kurang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) saat ini masih di kisaran 5%.
Di masa pandemi Covid-19 ini, Bappenas memproyeksikan jumlah pengangguran bisa mencapai angka 11 juta orang akibat banyaknya perusahaan yang tak bisa bertahan di tengah gempuran krisis kesehatan ini dan banyaknya PHK.
Untuk itu fokus utama kebijakan saat ini adalah untuk menciptakan lapangan kerja terlebih dahulu agar angka pengangguran dan kemiskinan bisa ditekan. Untuk mewujudkannya mustahil bisa dilakukan dengan kenaikan upah/UMP yang terlalu tinggi di masa-masa semua pihak mengalami kesusahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]