Bikin Jantungan, Buruh Minta UMP 2022 Naik Jadi Rp 5,3 Juta!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
10 November 2021 12:25
Aksi demonstrasi Ratusan buruh menolak kenaikan upah minimum 2020 di depan Kantor Balaikota, Jakarta, Rabu (30/10). Mereka menolak kenaikan upah minimum 2020 sebesar 8,51% berdasarkan surat edaran menteri ketenagakerjaan, mereka menuntut UMP/UMK 2020 dinaikkan antara 10-15%. Bila naik 15% maka UMP 2020 di DKI Jakarta bisa mencapai Rp 4.532.117 per bulan. Sedangkan bila mengikuti ketentuan usulan pemerintah pusat, kenaikan UMP sebesar 8,51%, maka kenaikannya hanya Rp 4,2 juta per bulan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyebut akan mengumumkan keputusan UMP sesegera mungkin. Namun, kemungkinan Pemprov akan sesuai dengan SE Kemenaker. Pemprov DKI memang belum menetapkan UMP setidaknya hingga Senin (28/10). Penetapan UMP serempak sesuai ketentuan adalah 1 November.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Demo buruh menolak kenaikan upah minimum 2020 di depan Kantor Balaikota, Jakarta, Rabu (30/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan serikat pekerja sempat mendesak ada kenaikan upah minum provinsi (UMP) tahun 2022 sampai 20%. Namun, kalangan buruh merevisinya dengan hanya mendesak kenaikan sebesar 7%-10% dari upah saat ini. Bila ada kenaikan sampai 20% tentu bisa bikin pelaku usaha 'jantungan' di tengah pandemi yang belum berakhir.

"20% an awalnya, tapi kita ringkas jadi 7-10% karena kita nggak dapat stimulus seperti pengusaha," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/11/21).

Adapun UMP Jakarta saat ini sebesar Rp 4.416.186,548, jika ada kenaikan 20% maka UMP Jakarta menjadi Rp 5,3 juta. Nilai tersebut dianggap baru cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh. Pasalnya, stimulus kepada buruh saat ini terasa kian kurang.

Ia membandingkan stimulus dari pemerintah yang terasa berbeda antara untuk pengusaha maupun pekerja. Misalnya pengusaha insentif PPh orang dan badan, relaksasi kredit dan lainnya. Sementara itu bagi pekerja, bantuan sosial serta bantuan subsidi upah (BSU) relatif sedikit.

"Apalagi 2021 ini nggak naik gaji, banyak pekerja yang dirumahkan tanpa dibayar dengan alasan covid, WFH nggak dibayar gara-gara covid. Buruh kebutuhan biaya hidup nambah karena online, tapi sekolah SPP bayar terus. Selain itu pengeluaran banyak, pekerja bayar sendiri PCR dan segala macamnya," kata Mirah.

Berbagai kebutuhan itu menjadi alasan kalangan buruh meminta adanya kenaikan UMP 2022 setidaknya sebesar 7-10%. Angka itu bukan hasil yang asal, karena buruh sudah melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di 24 Provinsi, dengan menggunakan 60 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Kami juga mengadakan survei di pasar tradisional dan modern, dan kita pertimbangkan kondisi riil masyarakat, pengeluaran seperti apa, kebutuhan dan biaya yang ditanggung pandemi. Dan memperhitungkan juga 2021 nggak naik upah, jadi itu sudah kompromi sedemikian rupa yang jadi pertimbangkan 7%-10%. Di sektor rill nggak ngangkat juga tapi kami mempertimbangkan dan memahami situasi Covid," ujarnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Minta UMP Naik Rp 5,3 Juta, Buruh Was-Was di 2022!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular