
Pengumuman! Biden Unggul di Poling, Tapi Trum Bisa Menang

Jakarta, CNBC Indonesia - Debat para kandidat presiden Amerika Serikat (AS) telah selesai dilaksanakan pada 22 Oktober lalu. Debat calon presiden seharusnya dilaksanakan tiga kali. Namun akibat isu Trump terinfeksi Covid-19, debat hanya berlangsung dua kali saja.
Kini tanggal main pemilihan umum Presiden (Pemilu) AS yang ke-46 tinggal menghitung hari. Pada 3 November nanti masyarakat AS akan melangsungkan pesta demokrasi yang terjadi hanya empat tahun sekali.
Berdasarkan poling nasional yang dilakukan oleh media maupun institusi riset strategis, nama Joe Biden sebagai kandidat dari Partai Demokrat (PD) lebih diunggulkan ketimbang rivalnya dari Partai Republik (PR) yang juga sebagai petahana Donald Trump.
Dari 14 negara bagian yang disurvei oleh Real Clear Politics & Associated Press, Biden unggul hampir di semua wilayah. Mantan wakil presiden AS era Barrack Obama tersebut diunggulkan di 12 negara bagian.
Sementara mantan taipan AS yang juga masih menjabat sebagai presiden ke-45 negara adikuasa yaitu Trump hanya menang di dua negara bagian yaitu Ohio & Texas. Meskipun secara popularitas Biden lebih dominan, tetapi dinamika dan sistem pemilu di AS seringkali membuat kejutan.
Empat tahun lalu saat Donald Trump berhadapan dengan Hillary Clinton yang juga dari PD kasus yang sama terjadi. Di berbagai poling nasional Hillary Clinton lebih dijagokan.
Namun realitanya justru Trump yang naik ke tampuk pemimpinan tertinggi Paman Sam. Trump berhasil memenangkan di 10 negara bagian sementara Clinton hanya menang di empat negara bagian.
Oleh karena itu, poling tidak bisa dijadikan acuan akurat untuk memprediksikan siapa yang bakal menjadi presiden AS selanjutnya. Mengapa demikian?
Jawabannya terletak pada sistem perpolitikan di AS yang berbeda. Jika di Indonesia pada saat pemilu masyarakat langsung memilih presiden dan wakilnya, kalau di AS tanggal 3 November nanti masyarakat hanya akan memilih perwakilannya untuk menentukan presiden atau elektor. Sistem ini dinamai electoral college.
Setiap negara bagian di AS memiliki elektornya masing-masing dengan jumlah yang berbeda-beda dan harus proporsional dengan ukuran populasi wilayah tersebut. Jumlahnya harus sesuai dengan jumlah House of Representative (DPR) dan senat.
DPR AS berjumlah 438 dan senat berjumlah 100 sehingga elektornya akan berjumlah 538 yang tersebar di berbagai negara bagian berdasarkan ukuran populasinya. Sebagai contoh California sebagai wilayah yang terpadat penduduknya memiliki 55 elektor sementara untuk distrik yang lebih kecil seperti Columbia hanya 3 elektor saja.
Nantinya di awal Desember elektor akan berkumpul dan memilih siapa yang menjadi presiden AS ke-46. Untuk memenangkan pemilu setidaknya butuh 270 suara dari elektor.
Sistem winner takes all dan adanya negara bagian yang cenderung memiliki karakteristik swing atau berubah-ubah kandidat jagoannya membuat pemilu AS semakin menarik untuk diikuti.
Di bawah sistem pemenang mengambil semua, margin kemenangan di suatu negara bagian menjadi tidak relevan. Pada tahun 2016, margin substansial Clinton di negara bagian seperti California dan New York gagal mendapatkan cukup suara elektoral.
Sementara persaingan ketat di negara bagian Pennsylvania dan Michigan yang menjadi medan pertempuran berhasil mengantarkan Trump meraih kemenangan dengan meraup lebih dari 270 suara.
Melansir Guardian, Profesor George Edwards III dari Texas A&M University, berkata: "Lembaga pemilihan melanggar prinsip inti demokrasi, bahwa semua suara dihitung secara seimbang dan memungkinkan kandidat menempati urutan kedua untuk memenangkan pemilihan. Mengapa mengadakan pemilihan jika kita tidak peduli siapa yang mendapat suara terbanyak?
"Saat ini, electoral college mendukung Republikan karena suara Republikan didistribusikan di seluruh negeri. Hal itu lebih mungkin terjadi di negara bagian yang sangat terpecah antara kedua belah pihak."
Karena para kandidat dengan mudah memenangkan suara elektoral dari negara bagian mereka yang solid, pemilihan berlangsung di beberapa medan pertempuran utama.
Pada 2016, Trump memenangkan enam negara bagian seperti itu yakni Florida, Iowa, Michigan, Ohio, Pennsylvania, dan Wisconsin dan menambahkan 99 suara elektoral ke totalnya.
Meski menimbulkan pro-kontra sistem seperti ini sudah ada sejak abad ke-18 AS didirikan. Wilayah AS yang sangat luas dan sulitnya akses informasi untuk menjangkau semua wilayah membuat sistem ini dipakai.
Terlepas dari itu semua, pemilu AS tetaplah pergelaran yang menarik untuk tetap diikuti selain karena siapa presiden Paman Sam akan sangat menentukan kebijakan baik negaranya maupun internasional.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biden "Pede" Menangi Pilpres AS
