'Karpet Merah' Austria untuk Prabowo Borong Eurofighter

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
21 October 2020 06:00
Jet Tempur jenis Eurofighter Typhoon (File Photo AP)
Foto: Eurofighter Typhoon (File Photo AP)

Di dalam negeri, sejumlah kritik pun menyertai sejak rencana Prabowo diketahui publik. Rencana itu menjadi salah satu sorotan dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS), Rabu (26/8/2020).



Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayor Jenderal TNI (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Kemenhan yang berencana membeli alutsista bekas.


Menurut dia, jika kebijakan alutsista bekas lebih diprioritaskan, maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Ate menyoroti, pembelian Eurofighter Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu. Fakta terbaru di Austria adalah jet tempur itu sudah tidak dipakai. Apabila dibeli untuk memperkuat TNI, maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.


"Indonesia kok beli bekas terus? Beli teknologi yang baru, supaya indhan (industri pertahanan) kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dikutip dari rilis JDS.


Ia juga menyinggung konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut Ate, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar.


Ia bilang konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik yang baru tercapai 63,19% dan kesiapan alutsista hanya 58,37%. Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsista TNI mencapai 41 persen.


"Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar," ujarnya.



Pengamat Militer & Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie juga buka suara mengenai rencana Prabowo. Dia menjelaskan selama ini fungsi pengoperasian yang setara dengan spesifikasi Eurofighter Typhoon sudah dipenuhi Sukhoi 27/35. Dikatakan, Indonesia sudah punya pesawat jenis Sukhoi 27/35.



Karenanya, dia mempertanyakan langkah pemerintah mengincar 'barang bekas' dari Austria tersebut. Belum lagi, ada beban biaya operasional tambahan yang harus ditanggung.



"Fungsi Typhoon sebagai superiority fighters sudah dipenuhi oleh Sukhoi 27/35 yang kita sudah miliki. Mengapa tidak Kita beli saja lebih banyak lagi Sukhoi tersebut? Ini akan memurahkan dan memudahkan logistik dan operasional TNI AU," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/7/2020).



Dengan jenis yang sama, ada skala ekonomi yang bakal ditekan menjadi lebih murah. Asumsinya, belanja jenis serupa dengan jumlah besar, akan ada harga yang lebih murah.


"Jika Typhoon dipaksakan beli, maka siap-siap kita akan semakin rumit dalam sistem logistik dan semakin mahal operasionalnya. Sehingga saya memandang langkah membeli Typhoon bukan merupakan smart procurement (pengadaan yang cerdas)," kata Connie.



Dia menjelaskan, saat ini alutsista terutama pesawat tempur, sudah semakin beragam. Sayangnya, dia menyebut Indonesia belum punya standar militer untuk menuju platform centric warfare.



"Dimana-mana, semua pesawat tempur (fighter jets) terbagi menjadi dua kelas utama yaitu superiority fighter untuk air dominance dan multirole fighter yang berfungsi sebagai pesawat serang permukaan yang fungsi sekundernya tempur udara," jelasnya.



Dikatakan, superiority fighter biasanya lebih berat, dengan mesin ganda yang kuat dan berbahan bakar banyak sehingga jelajahnya lebih jauh. Bobot senjatanya pun lebih berat.



Sementara multirole fighter biasanya pesawat yang jauh lebih ringan, termasuk senjata dan jelajah lebih terbatas. Namun pesawat ini lebih fleksibel dalam berbagai misi.



"Contoh dari pasangan fighters ini seperti F15 Eagle dan F16 Viper USAF, atau sekarang sudah mulai diganti dengan F22 Raptor dan F35 Lightning II. Dari Rusia ada pasangan Su27/30/35 Flanker/Terminator dan Mig 29/35 Fulcrum," kata Connie.



Kolumnis di Media Austria Kleine Zetung, Franz-Stefan Gady memiliki penilaian tersendiri terhadap rencana Prabowo. Hal itu disampaikan Gady via akun Twitter resminya @HoansSolo seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (20/7/2020).

"Untuk berbagai alasan, ini tidak realistis," tulisnya.



"Pada 2015, Indonesia pernah mengadakan dengan Airbus pada 2015 untuk pengadaan Eurofighter. Tapi kemudian Indonesia malah memilih Sukhoi Su-35 alih-alih Eurofighter.

"

Lebih lanjut, Gady bilang kalau Airbus tidak akan menyetujui penjualan itu. Di sisi lain, Eurofighter milik Austria membutuhkan upgrade besar-besaran sehingga membuatnya terlalu mahal untuk Indonesia.

(miq/miq)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular