
Berapa Banyak sih Utang Pemerintah RI, Bahaya Gak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan terus mengelola utang dengan hati-hati dan akuntabel meski Indonesia masuk dalam daftar 10 besar Utang Luar Negeri (ULN) tertinggi versi Bank Dunia.
Kendati masuk daftar tersebut, Kemenkeu menegaskan jika dibandingkan dengan negara G-20 lainnya, jumlah utang RI masih relatif kecil.
Daftar tersebut terungkap dari laporan yang dirilis Bank Dunia berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 pada 12 Oktober 2020.
Laporan ini berisi data dan analisis posisi utang negara di dunia, di mana dalam salah satu bagian laporan menyebutkan perbandingan beberapa negara berpendapatan kecil dan menengah dengan ULN terbesar, termasuk Indonesia.
"Namun demikian, laporan perbandingan yang dimaksud tidak menyertakan negara-negara maju melainkan negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah, sehingga terlihat bahwa posisi Indonesia, masuk dalam golongan 10 negara dengan ULN terbesar," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Rahayu Puspasari, melalui keterangan resmi, dikutip Kamis (15/10/2020).
Di samping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 88,8% dari total ULN. Pemerintah mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (pruden) dan terukur (akuntabel).
Pada paparan perbandingan tersebut, terlihat bahwa utang Indonesia di antara negara-negara tersebut terhitung besar karena ekonomi Indonesia masuk dalam kelompok negara G-20 pada urutan ke-16.
Dengan ekonomi yang besar, utang Pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah, yakni 29,8% di Desember 2019.
Jika dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan dalam beberapa artikel pemberitaan media kemarin, sebagian besar utang Pemerintahnya di atas 50%, sementara posisi Indonesia jauh di bawahnya.
"Pemerintah terus berkoordinasi, dalam hal ini dengan Bank Indonesia untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian," katanya.
Adapun hingga Agustus 2020, utang pemerintah pusat naik Rp 914,74 triliun menjadi Rp 5.594,93 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Utang ini tercatat didominasi oleh SBN sebesar 84,82% dan pinjaman 15,18%.
Secara rinci, utang dari SBN tercatat sebesar Rp 4.745,48 triliun yang terdiri dari SBN Domestik Rp 3.510,24 triliun dan SBN Valas Rp 1.235,24 triliun.
Sedangkan utang melalui pinjaman tercatat Rp 849,45 triliun yang terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 10,87 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 838,59 triliun.
Dalam kesempatan terpisah, Staf khusus Menteri Keuangan untuk Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menjelaskan memang banyak yang mengkhawatirkan besarnya utang luar negeri Indonesia ini.
Namun, utang Pemerintah Indonesia dikelola dengan sangat hati-hati dan akuntabel.
"Bu Sri Mulyani dikenal prudent dalam menjaga fiskal kita, sehingga resiko yang adamasihmanageabledan terjaga," ujarnya.
Bahkan, dalam 4 tahun terakhir, kebijakan fiskal diarahkan untuk mengurangi angka primary deficit, sudah sangat mendekati angka positif di tahun ini, sebelum pandemi terjadi.
"Data ini adalah data utang luar negeri [ULN] total, termasuk swasta. Bukan semuanya utang Pemerintah Indonesia. ULN Pemerintah hanya 29.8% saja dari keseluruhan uutang Indonesia yang tercantum di dalam International Debt Statistics 2021 yang diterbitkan Bank Dunia. Sisanya merupakan utang swasta. Jauh jika dibandingkan dengan rerata negara sesama kategori BBB Fitch, sebesar 51.7%", ungkap Masyita.
"Membandingkan ULN antar negara perlu melihat nilai PDB-nya juga, Ibarat membandingkan nilai KPR, perlu disesuaikan dengan penghasilan. Berbanding dengan pendapatan domestik bruto (PDB) porsi hutang Indonesia hanya 35.8% per Oktober 2019. Selain itu, ULN kita juga jangka panjang membuat resiko fiskal kita untuk membayar kewajiban masihmanageable," katanya.
Selain itu, kebijakan ULN tidak dapat dilihat sebagai sebuah kebijakan yang berdiri sendiri.
Negara yang sedang membangun memiliki nilai Investasi yang lebih tinggi dari tingkat Savingnya, atau dikenal sebagai 'Saving-Investment Deficit', dalam hal ini perbedaannya ditutup dengan ULN. Sepanjang return terhadap investasi tersebut lebih tinggi dibandingkan biaya bunga, maka sebuah negara akan mampu membayar kembali.
"Untuk Indonesia sendiri, sebelum pandemi, ULN digunakan untuk membangun proyek-proyek strategis dengan tujuan untuk meningkatkan dan memeratakan pertumbuhan di seluruh pelosok."
"Kita perlu menutup gap infrastruktur dan mengurangi biaya logistik agar dapat meningkatkan daya saing. Hal ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas pertumbuhan ekonomi potensial," terang Masyita.
Reformasi struktural ekonomi ini dilakukan untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Namun, sustainability ULN perlu dijaga, dan ini bergantung pada kemampuan membayar lagi, potensi penerimaan dalam negeri dan potensi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu ada pula pertimbangan yang lebih mengarah ke debt management seperti proporsi utang valas dan average time maturity (ATM).
Dari keseluruhan jumlah ULN, sebagian besar (88.4%) merupakan utang jangka panjang. Ini membuatrisiko fiskal Indonesia jangka panjang juga masih terjaga karena beberapa alasan.
Pertama, porsi utang valas (29% per 31 Agustus 2020) masih terjaga sehingga resiko nilai tukar lebihbisa dikelola dengan baik (manageable).
Kedua, profil jatuh tempo utang kita juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun (per Agustus 2020) dari 8,4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019.
Masyita juga menyampaikan beberapa strategi Pemerintah untuk mengelola utangnya.
"Untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, kita juga melakukannya strategi aktif meliputibuyback,debt switch,dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Daftar 10 Negara dengan ULN Tertinggi versi Bank Dunia:
![]() Trading Economics |
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemenkeu Jelaskan Anggaran Kesehatan yang Bikin Jokowi Marah
