Bioskop Boleh Buka Lagi, Ternyata Pengusaha Tak Happy

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 October 2020 12:56
Bioskop jaringan XXI yang berada di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, akan berhenti beroperasi mulai Senin (19/8) besok. Rencananya, bangunan bioskop XXI ini masuk dalam proyek revitalisasi TIM. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Bioskop XXI di Taman Ismail Marzuki, Minggu (18/8/2019) (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengapresiasi langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang kembali mengizinkan beroperasinya bioskop. Sudah hampir 8 bulan bioskop tak beroperasi karena ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Namun, ada catatan yang menurutnya perlu diperhatikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yakni soal kapasitas penonton dengan jumlah hanya diizinkan 25% dari kapasitas.

Dengan kapasitas tersebut, ia ragu industri film mau masuk untuk ambil bagian di masa-masa awal pembukaan bioskop. Pasalnya, perlu perhitungan matang dari sisi biaya modal maupun potensi yang diraup dari penayangan film di bioskop.

"Kalau 25% secara logika masalahnya gini. Yang punya film mau nggak. (Rencana) kemarin kapasitas 50% saja mikir-mikir. Bukan kita sendiri. Film nasional ada 100 judul yang belum diputar. Ketika dia mau tayang di bioskop. Dia mikir 50%. Waduh gimana ya, kan nggak bisa dipaksakan. Dia hitung-hitungan juga, kalkulasinya. apalagi 25%," kata Djonny kepada CNBC Indonesia, Senin (12/10).

Ratusan film nasional itu belum bisa tayang karena operasional bioskop tidak jalan selama hampir 8 bulan terakhir. Sutradara maupun pemain film harus menahan diri dengan menunda rilis penayangan filmnya. Namun, ketika sinyal bioskop kembali dibuka datang, sayangnya pemain di industri film banyak yang ragu untuk ikut serta kembali. Hal ini juga sedikit banyak menimbulkan keraguan bagi pemilik bioskop.

"Andai kata disepakati, jalan saja dulu. Kita kan perlu film, produser kita tanya. Kalau mereka enggan gimana. Ini asumsi. Karena pemilik film nasional dan impor itu tulang punggung kita. Kalau nggak gitu mau ngapain? Apa yang mau diputar?" katanya.

Jika nantinya didapat kerugian karena uang yang masuk tidak sebanding dengan biaya pembuatan filmnya, maka yang menanggung itu tentu dari sisi industri film sendiri. Begitu pun bioskop yang harus menanggung biaya operasional.

"Ketika film masuk bioskop jatuh abis. Dijual ke media lain. Kan nggak mungkin masuk bioskop muter lagi. Itu resiko. Sistem film itu ada yang dibayar langsung di awal, namun umumnya profit sharing. Dari hasil tiket buat masuk pajak 10%, sisanya setengah-setengah. Bioskop untuk operasional listrik dan sebagainya," jelas Djonny.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article XXI Sampai CGV Bertumbangan: Bioskop Mati Segan, Hidup Susah!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular