Polda Metro & Kodam Jaya Amankan Kelompok Anarko & Preman

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
10 October 2020 17:15
Demo Tolak Omnibus Law Bioskop Senen
Foto: Petugas memadamkan api yang terbakar di depan Bioskop Grand Theater, Senen, (8/10) malam. Kerusuhan di Jakarta sebagai buntut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Penolakan tersebut berujung ricuh dan tak terkendali dengan melakukan pengrusakan sejumlah fasilitas umum seperti halter pospol hingga Bioskop. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya mengatakan ada mobil yang digunakan untuk memasok makanan, batu-batuan, hingga bom molotov untuk digunakan perusuh saat demonstrasi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Polisi masih menyelidiki temuan tersebut.

"Mereka (perusuh) makan itu ada mobil yang mengantarkan makanan ke kelompok mereka, lalu batu-batu sampai bom molotov. Ini masih kita selidiki semua," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus seperti dikutip CNBC Indonesia dari detikcom Sabtu (10/10/2020).

Menurut Yusri, pihaknya telah mengumpulkan beberapa bukti serta keterangan saksi di lapangan guna mengusut aktor yang mendalangi kerusuhan tersebut.

Yusri menambahkan pihaknya memastikan para pendemo yang bertindak anarkistis tersebut berasal dari kelompok anarko.

"Kita sudah mengumpulkan bukti-bukti dan saksi yang ada, kita mengumpulkan barang bukti CCTV dan video-video pendek yang beredar di media sosial. Terus kemudian keterangan-keterangan saksi di lapangan. Ini masih kita kumpulkan semuanya untuk mencari aktor yang di belakang kelompok ini (kelompok anarko)," terang Yusri.

Dari kejadian rusuh di demo omnibus law, 87 orang ditetapkan menjadi tersangka. Tujuh orang di antaranya ditahan kepolisian.

Sementara itu Kodam Jaya mengatakan pihaknya berhasil menyekat 100 lebih preman dan pengangguran yang hendak ikut aksi demonstrasi tolak omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Kodam Jaya menyebut massa dari luar kota ini hendak berunjuk rasa karena dijanjikan imbalan uang.

"Seratusan lebih. Yang saya kemarin tahu ya, dari Subang, Banten, Tangerang, kemudian Pamanukan, itu saja. Tapi kan itu yang kami amankan sebelum demo mulai," kata Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dikutip CNBC Indonesia dari detikcom, Sabtu (10/10/2020).

"Itu orang-orang nggak sekolah semua rata-rata. Bukan, kalau buruh malah nggak ada justru. (Mereka) pengangguran, preman-preman," sambung dia.

Dudung menuturkan preman dan pengangguran ini mendapat instruksi dari grup WhatsApp yang mereka ikuti. Penggerak massa menjanjikan uang akan diberikan seusai demo.

"Dia itu di WhatsApp group-nya dijanjikan akan dikasih uang setelah demo selesai," ujar Dudung.

Berdasarkan keterangan massa asal Pamanukan kepadanya, lanjut Dudung, penggerak massa tak ikut turun ke Ibu Kota. Penggerak massa tetap di Pamanukan.

"Justru saya tanya, 'Yang gerakkan kamu siapa?', 'Ketinggalan, Pak, di Pamanukan, nggak ke sini'. Kan kurang ajar tuh, yang gerakin malah tidak bergerak," ucap Dudung.

Dudung menjelaskan, saat Kodam Jaya menggeledah para preman dan pengangguran, kebanyakan mereka tak mengantongi uang lebih. Dudung berpendapat pendemo bayaran ini sengaja dibuat kelaparan sehingga semakin mudah terpancing untuk melakukan tindakan anarkistis.

"Saya nggak tahu besaran uang (imbalan)-nya. Cuma di dompet itu ada yang kosong, ada yang cuma Rp 10 ribu. Kasihan itu mereka itu. Memang dibuat lapar mereka kan, biar anarkis. Keterangan lebih lanjut kan lagi diselidiki Kapolda. Di Polda," tutur Dudung.

Pada Kamis, 8 Oktober kemarin, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memang mengatakan pemerintah mengetahui dalang di balik demo tolak omnibus law UU Cipta Kerja yang ricuh. 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular