RI Bisa Loh Kurangi Impor Energi, Begini Caranya!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
09 October 2020 19:20
pertamina
Foto: kapal tanker pertamina untuk pasok bbm palu donggala (Istimewa)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi saat ini masih sangat tergantung dari impor. Bahkan yang diimpor merupakan energi berbasis fosil yang dinilai tidak ramah lingkungan.

Pemerintah pun kini tengah mengupayakan untuk mengurangi ketergantungan impor, salah satunya yakni dengan mendorong penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui bahwa ketergantungan impor ini menjadi hal yang berat dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional. Oleh karena itu, pemerintah akan meningkatkan pengembangan EBT untuk mengurangi impor energi.

"Ketergantungan impor menjadi salah satu yang berat untuk jaga ketahanan energi nasional. Negara-negara di dunia kini juga berkomitmen mengurangi perubahan iklim. Pemerintah bertekad mengurangi (ketergantungan impor dan dampak energi kotor) melalui transisi ke EBT," tuturnya dalam acara peluncuran secara virtual Indo EBTKE ConeX 2020, Jumat (09/10/2020).

Saat ini pemerintah memiliki target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025. Lalu akan meningkat menjadi 30% pada 2050. Adapun saat ini potensi EBT mencapai lebih dari 400 Giga Watt (GW), tersebar di seluruh Indonesia.

"Tidak dapat dipungkiri merebaknya pandemi Covid-19 jadi tantangan tersendiri dalam proses transisi," ungkapnya.

Dia mengatakan, pemerintah telah berupaya menekan angka impor bahan bakar minyak (BBM) khususnya solar melalui program Biodiesel 30% (B30) yang sudah berjalan sejak awal tahun ini. Program ini ditargetkan akan terus didorong menjadi Biodiesel 40% (B40) pada tahun depan.

"Contohnya, pelaksanaan B30 dan green refinery (untuk tekan impor BBM)," ujarnya.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Dharma berpandangan pemanfaatan potensi EBT yang ada belum dilakukan secara maksimal. Data terakhir menunjukkan pemanfaatannya baru mencapai 9,15% dari target bauran energi 23% pada 2025.

"Sayangnya potensi yang ada belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan baru 9,15%. Perlu akselerasi dalam upaya antisipasi krisis ekonomi dan energi. EBT bisa dorong investasi, dorong pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatannya masih perlu disosialisasikan dengan komprehensif," jelasnya.


Mungkinkah Target Bauran EBT 23% Tahun 2025 Bisa Tercapai?

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Harris menjelaskan saat ini Indonesia masih didominasi energi fosil yakni sebesar 91% terdiri dari batu bara, minyak, dan gas.

Capaian bauran energi sebesar 9,15% saat ini tediri dari pembangkit dan non pembangkit, di mana sekitar 75% berasal dari pembangkit listrik dan 25% sisanya dari non pembangkit listrik. Untuk mencapai target bauran EBT 23% pada 2025, menurutnya setidaknya harus memiliki kapasitas pembangkit listrik EBT lebih dari 19.000 MW.

Posisi saat ini pembangkit listrik berbasis EBT baru ada 10.000 MW, sehingga butuh sekitar 9.000 MW lagi untuk tambahannya. Sementara dalam beberapa tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT rata-rata hanya sekitar 500 MW per tahun. Bila ke depan tidak ada upaya percepatan, maka artinya pada 2025 hanya menambah sekitar 2.500 MW. Artinya, ini masih jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk mencapai target bauran EBT 23% pada 2025.

Demi mengejar bauran energi baru terbarukan, PT PLN (Persero) akan berpartisipasi dalam penambahan pembangkit sebesar 5.500 MW sampai 2024. Dengan demikian, sampai 2025 baru ada tambahan 7.000 MW. Oleh karena itu, menurutnya perlu keterlibatan pihak swasta dalam upaya mencapai target 23% ini.

"Keterlibatan swasta juga perlu," ungkapnya.

Demi mendorong EBT, saat ini sedang diselesaikan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pembelian listrik. Di dalam Perpres yang sedang dirancang ini akan diatur mengenai harga EBT yang disesuaikan dengan aspek keekonomian dan berdasarkan pada lokasi EBT yang akan dibangun.

"Harga yang sudah dimasukkan lebih menarik untuk memberikan daya tarik yang besar pada pelaku bisnis berinvestasi di Indonesia," tuturnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biar Lebih Realistis, Kebijakan Energi Dinilai Perlu Dirombak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular