Ingat George Floyd? Awas Ada Covid-19 Giveaway Saat Demo!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 October 2020 16:35
Penampakan Truck yang dibakar massa saat penolakan UU Ciptakerja. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Penampakan Truck yang dibakar massa saat penolakan UU Ciptakerja. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jakarta dan banyak kota-kota lain di Tanah Air belakangan ini membara dengan adanya aksi demo dari buruh dan mahasiswa sebagai bentuk aksi penolakan keras terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

Tepat pada Senin (5/10/2020), DPR yang terhormat mengetok palu dalam sidang paripurna di Kompleks Senayan sebagai tanda bukti bahwa RUU telah sah menjadi UU. Besoknya para dewan wakil rakyat itu reses dan gelombang demonstrasi pun pecah. 

Kisruh pun tak terelakkan antara aparat keamanan dengan masa pendemo. Di Jakarta demonstrasi mengakibatkan banyak halte bus TransJakarta terbakar. Setidaknya ada 8 halte bus yang hancur dimakan kobaran api. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 45 miliar rupiah untuk sementara ini. 

Polisi sudah menciduk 1.192 masa penolak UU Cipta Kerja selama dua hari terakhir waktu razia dilakukan. Di Bandung aksi demonstrasi juga berakhir dengan ricuh, masa merangsek masuk ke Gedung DPRD dan beberapa mobil polisi yang berjaga pun tak luput dari amukan masa hingga ikut terbakar. 

Itu baru yang terjadi di Jakarta dan Bandung saja, masih banyak lagi yang berada di kota-kota lainnya. Aksi anarkis tersebut sangat disayangkan oleh berbagai pihak.

Narasi yang berkembang saat ini, buruh merasa ditindas dengan UU tersebut sementara pihak pemerintah & aparat menilai ada yang menunggangi demo dan akan menindak tegas. 

Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, ada satu hal yang sebenarnya sangat mengkhawatirkan. Apalagi kalau bukan terbentuknya cluster baru penyebaran Covid-19 yaitu cluster pendemo. Bahkan beberapa orang yang ikut aksi masa dilaporkan positif terjangkit Covid-19. 

Sampai saat ini memang belum ada laporan resmi terkait berapa banyak pendemo yang teridentifikasi positif Covid-19 dan metode deteksi apa yang digunakan. Namun maraknya fenomena orang tanpa gejala (OTG) dan masifnya kerumunan masa tanpa jaga jarak ini sangatlah berpotensi meningkatkan kasus penularan Covid-19. 

Bayangkan saja jika dari laporan ada 1.192 masa di DKI Jakarta yang diciduk polisi dites semua, tetap ada kemungkinan bahwa kasus Covid-19 bakal ditemukan. Kesemerawutan yang terjadi di lapangan saat rusuh juga membuat contact tracing menjadi sangat susah untuk dilakukan. 

Jika kebanyakan pendemo adalah mereka yang berada di usia muda tanpa penyakit bawaan dan dengan asumsi punya kekebalan tubuh yang prima, mungkin dampaknya tidak akan signifikan. 

Namun interaksi yang intens dengan orang lain saat demonstrasi dan kemudian di bawa pulang ke rumah masing-masing dan bertemu keluarga akan menjadi risiko besar yang harus ditanggung. Apalagi jika ada anggota keluarga yang sudah udzur atau memiliki penyakit bawaan tertentu (komorbid). 

Tanpa mendiskreditkan berbagai aspirasi kaum buruh dalam berdemokrasi, fenomena demonstrasi yang besar-besaran ini memang sangat mengkhawatirkan. Layaknya bom waktu, kasus Covid-19 bisa meledak kapan saja ketika tes mulai dilakukan. 

Tidak ada demonstrasi saja kasus Covid-19 di Indonesia terus menanjak. Realitanya sudah lebih dari 320 ribu orang di Tanah Air dinyatakan positif Covid-19. Lebih dari 10 ribu diantaranya meninggal dunia dan sebanyak 64,9 ribu masih positif sementara sisanya dinyatakan sembuh.

Kalau melihat tren kenaikan kasus secara nasional pun masih terus naik. Angka kasus baru per harinya masih terus bertambah. Gelombang demonstrasi yang meluas di berbagai daerah ini berpotensi menyumbang kenaikan kasus yang tinggi untuk beberapa waktu mendatang.

Terakhir, jumlah kasus baru yang tercatat secara nasional bertambah lebih dari 4.800 dalam sehari. RI makin akrab dengan rekor pertambahan kasus tertinggi barunya belakangan ini. 

Meski ada perbaikan dari segi skala tes deteksi Covid-19 di Indonesia, tetap saja jumlah tes yang dilakukan masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan populasi Indonesia yang ukurannya besar. 

Masalah penentuan rapid dan swab PCR untuk tes deteksi Covid-19 saja belum kelar di banyak negara karena satu dan lain hal termasuk biaya dan infrastrukturnya. Contact tracing RI yang juga termasuk rendah semakin membuat fenomena demonstrasi di tengan pandemi ini menjadi sangat mengkhawatirkan.

Di AS, demonstrasi besar-besaran juga pernah terjadi. Pemicunya adalah kematian seorang warga Afro-Amerika bernama George Floyd. Pria kulit hitam tersebut harus rela merelakan nyawanya di tangan seorang polisi berkulit putih AS.

Video aksi polisi tersebut yang menekan leher George Floyd hingga kehabisan napas dengan kaki viral di sosial media dan memicu terjadinya gelombang demonstrasi di berbagai kota di AS. 

Puluhan bahkan ratusan ribu pendemo turun ke jalan raya menyampaikan aksi protesnya. Kemudian selang beberapa pekan setelah demonstrasi terjadi lonjakan kasus infeksi Covid-19 di AS terjadi. Banyak pihak yang mengaitkan kenaikan kasus tersebut dengan aksi demonstrasi itu. 

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Valentine dkk dan dipublikasikan di Journal of Public Health menunjukkan bahwa di delapan kota yang mengalami pelonggaran serta demonstrasi terjadi di sana menyebabkan kenaikan kasus infeksi terjadi. 

Enam dari delapan kota yang diidentifikasi dalam studi tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Sampai di sini bisa terlihat bahwa munculnya cluster Covid-19 dari demonstrasi bukanlah hal yang mustahil.

Dalam studi tersebut kenaikan kasus periode lima harian terjadi secara abnormal di Houston, Jacksonville dan Orlando di mana kasus melonjak sampai dobel digit. Berkaca pada kejadian tersebut tentu munculnya cluster pendemo patut untuk diwaspadai. 

Pemerintah dalam hal ini harus segera merespons dengan bijak dari segala fenomena gejolak sosial yang ada di lapangan. Pemerintah juga harus makin gencar melakukan testing, tracing dan isolasi pada pendemo yang terbukti positif terjangkit Covid-19 sebelum kasus semakin membengkak dan sistem kesehatan tak bisa menampungnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular