Jakarta, CNBC Indonesia - Satu lagi gejala penurunan daya beli rakyat Indonesia terbukti. Ini semakin menegaskan bahwa Indonesia tengah berkubang di 'lumpur' resesi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus 2020 tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan Juli 2020 yang terkontraksiĀ 12,3% YoY.
Pada September 2020, BI memperkirakan IPRĀ masih mengalami kontraksi 7,3% YoY. Jika terwujud, maka penjualan ritel akan terkontraksi selama 10 bulan beruntun. Nyaris setahun...
Penjualan ritel adalah salah satu indikator awalan (leading indicator) yang bisa menerawang arah gerak ekonomi ke depan. Jika terus turun, maka bisa disimpulkan bahwa ekonomi sedang lesu, masyarakat ogah berbelanja.
Sementara konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Jadi kala si penyumbang utama sedang seret, maka PDB secara keseluruhan akan ikut mampet.
Data penjualan ritel semakin memberi konfirmasi ke arah sana. Sebelumnya sudah ada data Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana Indonesia membukukan deflasi selama tiga bulan beruntun. Deflasi kini menjadi cerminan kelesuan daya beli, yang membuat dunia usaha tidak berani menaikkan harga.
Kemudian ada ada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang masih saja di bawah 100. Angka di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimistis memandang kondisi perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan sehingga memilih menahan konsumsi.
Data resmi PDB kuartal III-2020 memang baru dirilis awal November mendatang. Namun dengan berbagai indikator yang ada, dapat dipastikan bahwa konsumsi rumah tangga masih lesu, tidak bisa memberikan kontribusi terhadap PDB, yang ada malah menjadi beban karena tumbuh negatif.
Pada kuartal II-2020, konsumsi rumah tangga yang terkontraksi 5,51% YoY membuat PDB tumbuh negatif 5,32% YoY. Sepertinya situasi serupa masih akan terjadi pada kuartal III-2020, konsumsi rumah tangga dan PDB menyusut.
Dengan demikian, Indonesia akan mengalami kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun. Ini adalah definisi dari resesi.
Kuartal III-2020 sudah berlalu, sekarang kita sudah resmi menapaki kuartal IV-2020. Bagaimana prospek pada kuartal pamungkas ini? Apakah Indonesia bisa bangkit, atau masih belum bisa keluar dari kontraksi ekonomi?
Kabar baiknya, ada ramalan Indonesia sudah menyentuh titik nadir. Ekonomi Indonesia siap bangkit pada kuartal IV-2020 dan berlanjut hingga 2021.
"Kami menilai ekonomi Indonesia sudah tidak bisa lebih rendah dari kuartal III-2020. Dengan situasi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang ke depan akan membaik, ditambah dengan reformasi struktural, momentum pertumbuhan ekonomi akan lebih kuat," tulis riset Morgan Stanley yang berjudul Get Ready for 2021 Goldilocks.
Bahkan Morgan Stanley memperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu negara yang menonjol pada 2021, bersama India dan Filipina. "Indonesia, India, dan Filipina menikmati aliran modal asing karena suku bunga acuan, terutama di Amerika Serikat (AS), yang masih akan tetap rendah. Kehadiran vaksin anti-virus corona juga akan membuat risk aversion menurun. Jika negara-negara ini berhasil mengatasi berbagai hambatan struktural, maka peluang untuk memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi akan semakin besar," papar riset Morgan Stanley.
TIM RISET CNBC INDONESIA