Internasional

Erdogan Ngamuk, Macron Sebut Mau Rekonstruksi Islam?

News - sef, CNBC Indonesia
08 October 2020 08:57
Turkey's President Tayyip Erdogan attends Uzbekistan - Turkey Business Forum in Tashkent, Uzbekistan April 30, 2018. Picture taken April 30, 2018. Cem Oksuz/Turkish Presidential Palace/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVE. Foto: Cem Oksuz/Turkish Presidential Palace

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Turki dan Prancis memanas. Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengatakan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengenai Islam merupakan provokasi yang berbahaya.

"Pernyataan Macron tentang 'Islam dalam krisis' di kota di mana mayoritas Muslim melampaui rasa tidak hormat dan merupakan provokasi yang jelas," kata Erdogan pada pertemuan para pekerja agama di salah satu masjid di ibu kota Ankara, dikutip Kamis (8/10/2020).



Seorang presiden Prancis membuat pernyataan yang mendesak restrukturisasi Islam adalah hal yang "tidak sopan", tambah Erdogan, sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency (AA).

Pada Jumat (2/10/2020) lalu, Macron mengumumkan rencana kontroversial melawan, apa yang ia sebut, "separatisme Islam" yang hadir di Prancis.



Dalam pidatonya di wilayah Les Mureaux, yang juga merupakan wilayah dengan populasi Muslim yang besar di Paris barat, Macron mengklaim bahwa Islam "mengalami krisis di seluruh dunia".

Pernyataan tersebut sontak memicu kecaman di kalangan Muslim di seluruh dunia.

In this image made from UNTV video, French President Emmanuel Macron speaks in a pre-recorded message which was played during the 75th session of the United Nations General Assembly, Tuesday, Sept. 22, 2020, at UN headquarters. The U.N.'s first virtual meeting of world leaders started Tuesday with pre-recorded speeches from some of the planet's biggest powers, kept at home by the coronavirus pandemic that will likely be a dominant theme at their video gathering this year. (UNTV via AP)Foto: AP/
In this image made from UNTV video, French President Emmanuel Macron speaks in a pre-recorded message which was played during the 75th session of the United Nations General Assembly, Tuesday, Sept. 22, 2020, at UN headquarters. The U.N.'s first virtual meeting of world leaders started Tuesday with pre-recorded speeches from some of the planet's biggest powers, kept at home by the coronavirus pandemic that will likely be a dominant theme at their video gathering this year. (UNTV via AP)



"Menyerang Muslim telah menjadi salah satu alat terpenting bagi politisi Eropa untuk menyembunyikan kegagalan mereka," tegas Erdogan, menambahkan beberapa perdana menteri dan presiden dari Eropa kini menggunakan kebijakan murahan seperti ini hanya untuk mendapatkan suara.

"Para pemimpin Eropa yang terjebak dalam politik dalam negeri dan gagal dalam kebijakan luar negeri mencoba menutupi kekurangan mereka dengan menargetkan Islam."

"Padahal, Macron ingin menyembunyikan krisis yang dihadapi Prancis dan masyarakat Prancis dengan berbicara tentang krisis dunia Islam. Dapat dipahami bahwa dengan undang-undang yang memerangi ekstremisme, tujuan utamanya bukanlah untuk melawan fanatisme tetapi untuk menyelesaikan pertanggungjawaban dengan Islam dan Muslim," tegas Erdogan.

Erdogan mendesak Macron untuk bertindak seperti negarawan yang bertanggung jawab, daripada berpura-pura menjadi gubernur kolonial. Ia juga menyayangkan di banyak negara Barat, rasisme dan Islamofobia malah dilindungi oleh negara itu sendiri.

"Mereka yang membelokkan target mereka alih-alih menghadapi rasisme dan Islamofobia adalah orang-orang yang merugikan masyarakat mereka. Stigmatisasi Muslim, yang telah hidup dalam masyarakat Prancis selama setengah abad, sebagai 'separatis' akan menyebabkan konflik besar," katanya.

"Tidak ada yang berhak mempertaruhkan keselamatan hidup dan harta benda Muslim atau kebebasan berkeyakinan dan beribadah."

Selain itu, Erdogan juga menekankan bahwa Turki menentang asimilasi, sementara itu sangat mendukung integrasi.

Erdogan dan Macron beberapa bulan ini memang tegang karena persoalan eksplorasi gas di Laut Mediterania. Prancis membela Yunani yang bersitegang soal wilayah perairan dengan Turki. 

Ketegangan kedua anggota NATO itu bukan hal baru. Sebelumnya, keduanya juga bersitegang soal Suriah dan Libya.

Artikel Selanjutnya

Erdogan Ngamuk ke Presiden Prancis Macron, Ini Faktanya!


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading