
Ketika Wanita RI Bicara Nuklir Itu Wajib Hukumnya, Penasaran?

Jakarta, CNBC Indonesia - Penggunaan energi nuklir di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) masih menjadi opsi yang terakhir. Namun kini pemerintah dan DPR RI berencana memasukkan nuklir ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).
Meski masih banyak pihak yang menentang rencana keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), namun ada juga beberapa pihak yang terus mendukung pembangunan PLTN ini menjadi nyata di Tanah Air. Salah satu dorongan pembangunan energi nuklir ini datang dari Women in Nuclear, komunitas para wanita yang peduli tentang isu nuklir.
President Women in Nuclear Indonesia Tri Murni S. Soentono mengatakan untuk bertransisi ke energi bersih dibutuhkan kapasitas sumber energi yang besar dan penggunaan teknologi yang inovatif, aman, ekonomis, andal, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, menurutnya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bisa menjawab kebutuhan tersebut.
"Energi nuklir tidak melepaskan CO2. Kita butuh energi yang tidak lepaskan CO2, dengan daya besar yang sama dengan daya PLTU dengan tujuan menjaga kelanjutan pasokan listrik industri," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (01/10/2020).
Karena nuklir masuk di dalam RUU EBT, maka nantinya keberadaan PLTN menurutnya akan bersinergi dengan energi terbarukan lainnya seperti air, surya, angin, biomassa, dan geothermal.
Pihaknya pun berharap agar RUU EBT ini bisa segera disahkan menjadi UU EBT, sehingga pemerintah dapat mengejar target bauran energi dan berkontribusi pada ratifikasi Perjanjian Paris.
"Harapan kami agar RUU EBT segera menjadi UU EBT yang efektif, ringkas, jelas, dan lugas dengan birokrasi yang sederhana," tuturnya.
Untuk mengatasi limbah dari nuklir, dia mengusulkan agar memanfaatkan bekas-bekas tambang bawah tanah. Dengan demikian, tambang yang tidak produktif itu tidak perlu ditutup, namun bisa dimanfaatkan untuk limbah ini.
"Limbah diusulkan di tambang yang ada di bawah tanah itu jalannya lebar. Saya usulkan ke DPR," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pada 2007 Internasional Atomatic Energy Agency (IAEA) mengeluarkan panduan untuk negara anggota yang pertama kali akan membangun PLTN. Panduan ini bernama Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO).
Menurutnya untuk di Indonesia ini, NEPIO cocok untuk dijadikan panduan Dewan Energi Nasional (DEN) dalam mengimplementasikan PLTN pertama di Indonesia. Oleh karena itu, bila nuklir ini dimasukkan ke dalam RUU EBT, maka langkah-langkah strategis panduan NEPIO ini otomatis bisa dijalankan DEN.
"Kalau bisa, RUU EBT dipercepat," usulnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf! RI Belum Siap Nuklir untuk Listrik, Tapi untuk Pangan