
Pengusaha Resto Teriak, PSBB Diperpanjang Ibarat Tinju 2X KO

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha restoran resah dengan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melanjutkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat hingga 11 Oktober mendatang. Keputusan tersebut dinilai bakal makin memperparah keadaan bagi ekonomi di sektor food and beverages. Pengusaha terasa seperti 'ditinju' berkali-kali.
"Ini kaya sudah KO (KnockOut) pertama kali, baru mau naik lagi, udah K.O lagi itu. Kayak ditinju K.O dua kali. Kalau bisa teriak semua pemilik restoran lagi teriak. Karena omzet menurun 80-90% dengan tidak diizinkannya dine-in (makan di tempat) oleh pemerintah DKI ya dalam hal ini," kata Pemilik Holycow! STEAKHOUSE by Chef Afit Afit Dwi Putranto kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/9).
Dengan PSBB ketat yang terus berlanjut, maka omset yang didapat masih akan terus kembang kempis. Alhasil, para pekerja pun yang berpotensi menjadi tumbal dari hal ini. Afit mengakui semua pekerjanya saat ini dalam kondisi terancam.
"Kita memperkerjakan pekerja cukup besar. Contoh di grup saya, kita kerjakan 500-600 orang itu semuanya terancam. Dengan tidak diperbolehkan dine-in semuanya terancam walaupun kita putar otak gimana caranya agar bisa jualan hanya untuk menutupi operasional cost aja. Dan sebenarnya itu ga cukup," jelas Afit.
Saat ini, ia mengungkapkan banyak sekali restoran yang mengandalkan tabungan yang sudah ada untuk membayar operational cost dan gaji karyawan. Untuk memikirkan margin pun sudah tidak ada di benaknya saat ini. "Tapi nggak tau jika PSBB ketat ini diteruskan 3 bulan seperti di awal, kayaknya nggak ada restoran yang bisa bertahan," jelasnya.
Hal ini terlihat dari restoran yang ada di mall atau pusat perbelanjaan, dimana banyak dari mereka yang sudah tutup. Padahal, menurut Afit sebagian besar tenant yang ada di mal atau sekitar 60% diantaranya merupakan restoran. Di sisi lain, Pemerintah menurutnya memberikan aturan yang agak kontradiktif.
"Mal boleh tetap beroperasi tapi di dalam dibatasi dan tidak boleh dine-in. Ini gimana? jadi pengelola mall memiliki justifikasi untuk menerapkan sewa kepada kami. Itu kontradiksi, mall boleh beroperasi tapi resto tidak boleh dine-in. Itu sama aja bohong gitu, mendingan PSBB total sekalian," sebutnya.
Penerapan PSBB ketat ini memang ditunjukkan agar angka positif Covid-19 menurun. Pengetatan di mall bisa saja dilakukan, namun jangan lupakan banyak tempat lain yang berpotensi menjadi kluster-kluster baru. Pemerintah harus konsisten dalam menerapkan pengetatan yang ada, dan bukan tebang pilih.
"Yang lebih seram adalah saya masih lihat banyak warung-warung makan, warung kaki lima yang masih buka dan tidak menerapkan protokol sama sekali. Itu pemerintah yang harus cermati. Jangan pengusaha yang mati-matian nafas aja susah. yang begitu ga ditindak dan bisa jadi sumber penyebaran baru," jelasnya.
Jika tidak ada perubahan pola penindakan dan penegakan aturan yang sudah dibuatnya sendiri, dikhawatirkan bakal membuat pengusaha restoran kian terhimpit.
"Ibarat orang sudah K.O, ditinju K.O. Bangun lagi, sempoyongan ditinju sampai ko lagi. Itu yang pengusaha alami sekarang. Sangat sulit sekali," sebut Afit.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Anies Tutup Perkantoran, Airlangga Pilih Jam Kerja Fleksibel