
Sederet Ramalan Ngeri & Fakta-Fakta RI Jatuh ke Jurang Resesi

Kali ini tak ada pihak lagi yang bisa menyangkal bahwa Indonesia akan jatuh ke dalam resesi. Ini adalah kali pertama RI terjerembab dalam jurang resesi pasca krisis moneter tahun 1998 silam.
Dua anggota kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga meramal ekonomi Indonesia minus tahun ini.
Dalam pemaparannya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan pada kuartal ketiga PDB RI diperkirakan bakal minus 1% sampai 2,9%. Bahkan konraksi bisa berlanjut ke kuartal keempat.
"Negative teritory (PDB) pada kuartal III dan mungkin akan berlangsung sampai kuartal IV. Namun kita akan usahakan mendekati nol," kata Sri Mulyani. Untuk satu tahun penuh, Sri Mulyani memproyeksi PDB Tanah Air menyusut 0,6% - 1,7%.
Senada dengan Menteri Keuangan, Airlangga Hartarto juga meramalkan ekonomi RI bakal minus tahun ini. Namun ramalannya jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan yang disampaikan Menteri Keuangan.
Menurutnya, tekanan akibat pandemi Covid-19 masih akan terasa di kuartal III ini, meski tidak sedalam kuartal II lalu. Di mana pada kuartal II-2020 perekonomian Indonesia anjlok hingga minus 5,32%.
"Range pertumbuhan ekonomi di kuartal III -3% sampai -1%," ujarnya dalam webinar virtual, Rabu (23/9/2020).
Upaya menyelamatkan perekonomian RI dari resesi melalui pemberian stimulus fiskal dengan adanya relaksasi pajak, bantuan sosial, alokasi anggaran ke sektor kesehatan masyarakat pun tak bisa menahan tekanan kuat pandemi yang berujung pada kejatuhan ekonomi domestik.
Padahal anggaran untuk penanganan Covid-19 dan stimulus fiskal terus diupgrade dari April yang hanya Rp 405,1 triliun menjadi Rp 641 triliun pada Mei tetap saja tak mampu menghindarkan RI dari resesi.
Pun dari sisi moneter BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 bps sepanjang tahun ini disertai dengan quantitative easing (QE) plus skema burden sharing dengan pemerintah yang nominalnya mencapaiĀ Rp 662,1 triliun sampai 15 September 2020 tetap saja tak ada harapan.
(twg/twg)