RI Sejengkal Lagi Resesi, Kok BI Belum Turunkan Bunga?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 September 2020 14:10
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Selain sebagai simbol kedaulatan negara, nilai tukar rupiah juga memiliki peran penting terhadap perekonomian. Volatilitas rupiah yang tinggi di pasar mencerminkan risiko yang tinggi pula ketika ingin berinvestasi ke suatu negara.

Apresiasi dan depresiasi rupiah yang terlalu tajam pada dasarnya tidak baik untuk perekonomian. Jika menguat signifikan, maka ekspor terutama untuk produk manufaktur menjadi kurang kompetitif.

Namun jika terlalu ambrol impor akan menjadi semakin mahal. Impor Indonesia didominasi oleh bahan baku dan barang modal.

Hal ini akan berpengaruh terhadap margin serta keputusan ekspansi atau investasi korporasi bahkan bisa memicu terjadinya imported inflation mengingat Indonesia juga menjadi net importir minyak yang sangat berisiko akan gejolak (shock) pasokan dan volatilitas harga komoditas tersebut. 

Menjaga kestabilan rupiah pada akhirnya memastikan bahwa aktivitas ekonomi bisa berjalan dengan baik. Apalagi kebutuhan untuk menjaga stabilitas rupiah memang mendesak saat pandemi Covid-19 memicu terjadinya outflow dana asing di pasar saham maupun SBN yang menyebabkan rupiah bergerak liar.

Dengan menahan suku bunga acuan, BI juga sedang berupaya untuk menjaga aset-aset keuangan dalam negeri tetap memberikan imbal hasil yang menarik sehingga ada aliran masuk (inflow) yang turut membantu rupiah agar tak terdepresiasi lebih lanjut.

Jika melihat imbal hasil riil aset keuangan berupa obligasi pemerintah, maka RI tergolong yang memberikan yield yang menarik dibandingkan dengan negara berkembang (emerging market) lain serta negara maju seperti Jepang dan AS yang imbal hasil setelah dikurangi inflasinya sudah berada di teritori negatif.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular