
Malang Negeri Shah Rukh Khan, Pemulihan Ekonomi Tak Ada Hilal

Jakarta, CNBC Indonesia - Prospek pemulihan ekonomiĀ India telah berubah dari buruk (bad) menjadi lebih buruk (worse) setelah negara itu menjadi hotspot global baru dari pandemi virus corona (Covid-19). Saat ini, India menduduki peringkat ke-2 karena memiliki lebih dari 5 juta kasus infeksi.
Akibat peningkatan pesat wabah itu, sejumlah lembaga memperkirakan pertumbuhan masih belum akan terjadi. Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan India dari posisi terendah dalam sejarah, menjadi -9% untuk tahun ini hingga Maret 2021.
Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc. saat ini memperkirakan produk domestik bruto (PDB) India akan mengalami kontraksi 14,8% untuk periode yang sama. Di sisi lain, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan India akan mencatatkan kontraksi ekonomi sebesar 10,2%.
Semua proyeksi itu didasarkan pada kegagalan India untuk mengendalikan virus corona. Kegagalan itu diyakini akan memperlambat aktivitas bisnis dan konsumsi, yang merupakan fondasi ekonomi.
"Sementara gelombang kedua infeksi sedang disaksikan secara global, India masih belum mampu meratakan gelombang pertama kurva infeksi," kata Sunil Kumar Sinha, ekonom utama di India Ratings and Research Ltd., sebuah unit dari Fitch Ratings Ltd.
Sinha memproyeksikan ekonomi India akan berkontraksi 11,8% pada tahun fiskal ini, jauh lebih buruk dari proyeksi sebelumnya -5,8%.
Seluruh proyeksi yang buruk itu dikemukakan para ahli setelah sebelumnya pada minggu lalu data menunjukkan PDB India anjlok 23,9% pada kuartal April-Juni dari tahun lalu. Itu merupakan penurunan ekonomi terbesar sejak pencatatan dimulai pada tahun 1996 dan kinerja terburuk ekonomi utama yang pernah dicatat oleh Bloomberg.
Buruknya proyeksi ekonomi ke depan juga telah diakui oleh Gubernur Bank Sentral India (Reserve Bank of India/RBI) Shaktikanta Das. Ia mengatakan, meskipun ada sejumlah tanda bahwa aktivitas bisa meningkat setelah penguncian yang ketat dicabut, namun pemulihan yang kuat masih tidak pasti.
"Dengan semua indikasi, pemulihan kemungkinan akan bertahap karena upaya membuka kembali ekonomi dihadapkan dengan infeksi yang meningkat," kata Shaktikanta Das kepada sekelompok industrialis.
Bank sentral kemungkinan akan merilis perkiraan pertumbuhannya sendiri pada 1 Oktober ketika komite kebijakan moneter mengumumkan kebijakan suku bunganya. Pada bulan Agustus, RBI mengatakan pengeluaran pribadi untuk barang-barang pilihan telah terpukul, terutama untuk layanan transportasi, perhotelan, rekreasi dan kegiatan budaya.
Penurunan PDB, serta tekanan yang terus berlanjut di sektor perbankan dan di antara rumah tangga, akan mengekang potensi pertumbuhan jangka menengah India. Tanvee Gupta Jain, seorang ekonom di UBS Group AG di Mumbai, memperkirakan potensi pertumbuhan akan melambat menjadi 6% dari 7,1% secara year-on-year pada tahun 2017.
Selain itu, laba perusahaan yang anjlok juga akan menghambat investasi, yang pada gilirannya akan membatasi lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
"India kemungkinan akan melihat pemulihan yang dangkal dan tertunda dalam profitabilitas sektor perusahaan selama beberapa kuartal berikutnya," kata Kaushik Das, kepala ekonom di Deutsche Bank AG di Mumbai.
Ia telah menurunkan perkiraan pertumbuhan tahun fiskal menjadi -8% dari -6,2%.
"Hal itu akan mengurangi insentif dan kemampuan untuk melakukan investasi baru, yang pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan kredit dan pertumbuhan PDB riil secara keseluruhan," katanya.
Sebagai informasi, India saat ini berada di belakang Amerika Serikat (AS) dalam kasus Covid-19. Ada 5.212.686 kasus corona di India, dengan 84.404 kematian dan 4.109.828 sembuh.
Sementara secara global, ada 30.349.591 kasus. Di mana, dari data Worldometers, ada 950.555 kematian dan 22.038.588 sembuh, menurut
(res/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article India Warning! Lockdown Longgar, Kasus Covid Tembus 6,3 Juta
