Siap-Siap! Bakal Ada Subsidi Rapid Test untuk Penumpang KA

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
17 September 2020 19:50
Penumpang menaiki Kereta Api Taksaka jurusan Jogjakarta-Gambir di stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Selasa, (5/6). Memasuki minggu ketiga bulan Ramadan, sejumlah pemudik mulai memadati Stasiun Gambir, rata-rata pemudik mengaku memilih berangkat lebih awal guna menghindari terjadinya lonjakan penumpang arus mudik pada saat jelang mendekati Lebaran. (Penumpang menaiki Kereta Api Taksaka jurusan Jogjakarta-Gambir di stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Selasa, (5/6). Memasuki minggu ketiga bulan Ramadan, sejumlah pemudik mulai memadati Stasiun Gambir, rata-rata pemudik mengaku memilih berangkat lebih awal guna menghindari terjadinya lonjakan penumpang arus mudik pada saat jelang mendekati Lebaran.)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah merencanakan memberikan subsidi biaya rapid test untuk penumpang kereta api (KA). Tujuannya untuk meringankan para operator kereta  di tengah sepinya penumpang KA kala pandemi covid-19. Salah satu yang dikaji adalah subsidi rapid test untuk menumbuhkan kepercayaan penumpang.

"Dukungan pemerintah terhadap kondisi pandemi yang dihadapi oleh para operator kereta api. Karena pandemi ini sangat memberikan dampak yang besar terhadap industri jasa transportasi. Bagaimana bisa menerapkan untuk survival atau keberlangsungan usahanya bertahan. Karena konsep kereta api di perkotaan atau antar kota ada yang dilakukan dengan subsidi," kata Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri dalam Dialog Publik Hari Perhubungan Nasional bertajuk 'Wujudkan Asa, Majukan Indonesia', Kamis (17/9).

Kucuran alokasi subsidi inilah yang tengah dibahas untuk realisasi ke depannya. Nantinya, fokus subsidi diberikan untuk membuat operator tetap bisa mempertahankan bisnisnya.

"Ini masih terus kita diskusikan dengan operator. Termasuk ada pemberian subsidi rapid test untuk penumpang KA sebagai salah satu upaya memberikan kepercayaan masyarakat," urainya.

Zulfikri menyebut, pada akhir 2019 hingga awal 2020 sebenarnya traffic perjalanan dan penumpang kereta mengalami peningkatan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi tersebut berbalik ketika masa pandemi Covid-19.

"Mulai PSBB di Maret sampai September ini dampaknya signifikan baik kereta kota maupun antarkota. Kondisi ini yang membuat kita perlu melakukan review kembali operasi kereta," urainya.

Secara operasional, menurutnya sudah sempat dicoba penambahan jadwal di Agustus. Hanya saja jumlah penumpang juga masih belum terlalu signifikan.

"Jumlah penumpang masih tetap di sekitar 60 ribu penumpang sehingga okupansi tidak melebihi 47%. Bahkan menjelang September ini terjadi penurunan okupansi karena jumlah perjalanan ditingkatkan. Artinya penambahan jumlah perjalanan tidak bisa mengangkat jumlah penumpang," bebernya.

Di sisi lain, untuk KRL Jabodetabek pihaknya memang sengaja melakukan pembatasan penumpang secara ekstrem. Dia menyebut bahwa selama ini peminat KRL Jabodetabek masih tergolong tinggi, namun tak bisa semuanya diakomodir.

"Memang kita batasi, karena dengan okupansi yang cukup tinggi risiko penularannya cukup besar sehingga dibatasi, dari hasil diskusi dengan ahli kita batasi hanya 74 penumpang di kereta," katanya.

Dikatakan, saat ini traffic penumpang KRL cenderung stabil di angka 400 ribu orang per hari. Selebihnya memang terjadi shifting ke moda lain seperti motor, kendaraan pribadi atau bus.

"Kalau kita lihat okupansi hariannya ini memang masih rendah, kurang dari 30%. Sementara kita punya kapasitas cukup besar. Dan masalah di KRL sebenarnya hanya di penumpukan di jam puncak," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Mudik ke Garut Kini Bebas Macet, 6 Jam dengan Kereta!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular