RPP Minerba Dikhawatirkan Menambah Pemburu Rente, Kok Bisa?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 September 2020 15:22
FILE PHOTO: Mining equipment is seen inside the vast open pit of the Batu Hijau copper and gold mine, run by Newmont Mining Corp, on Indonesia's Sumbawa island, in this September 21, 2012 file photo.   REUTERS/Neil Chatterjee/File Photo
Foto: REUTERS/Neil Chatterjee

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai paraturan turunan dari Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang baru diundangkan pada 10 Juni 2020.

Kendati belum diterbitkan pemerintah, namun RPP Minerba tersebut sudah mengundang protes dan kritikan terutama dari koalisi masyarakat sipil Indonesia. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia mendesak pemerintah untuk menunda dan membatalkan RPP Minerba tersebut.

Aryanto Nugroho, perwakilan dari PWYP Indonesia, mengatakan pihaknya meminta penundaan dan pembatalan RPP Minerba ini dikarenakan terdapat sejumlah pasal yang dianggap bermasalah di dalam Rancangan PP ini, salah satunya yaitu adanya ketentuan pemindahtanganan IUP berdasarkan persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang tertuang pada Pasal 12. Menurutnya, ini berpotensi menimbulkan lebih banyak lagi peluang bagi pemburu rente yang merugikan negara.

"IUP di UU Minerba yang lama tidak bisa dipindahtangankan, tapi di RPP ini dengan persetujuan menteri diperbolehkan. Ini pasal memunculkan rente baru. Orang tidak niat akan melakukan penambangan asal portofolio dapat izin dan dipindahtangankan. Ini akan jadi rente baru," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/09/2020).

Berdasarkan dokumen RPP Minerba yang CNBC Indonesia peroleh, pada Pasal 12 dalam RPP ini diatur bahwa "Pemegang IUP dilarang memindahtangankan IUP kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri."

Persetujuan Menteri dapat diberikan setelah pemegang IUP memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. telah selesai melakukan kegiatan tahap eksplorasi yang dibuktikan dengan ketersediaan data sumber daya dan cadangan,
b. memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial,
c. menyampaikan dokumen terkait pihak lain yang akan menerima pengalihan IUP.

Selain itu, juga diatur persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial guna memperoleh persetujuan pemindahtanganan IUP ini.

Aryanto juga mengatakan definisi terkait perizinan berusaha dalam RPP Minerba ini yang terkait adanya pembagian nomor induk berusaha, sertifikat standar dan izin serta penambahan istilah IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian serta izin dapat didelegasikan ke daerah seolah-olah sudah mengikuti Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang kini juga masih disusun pemerintah dan DPR RI.

"Yang jadi pertanyaan adalah apakah boleh merujuk pada pasal yang bahkan UU-nya sendiri masih menjadi polemik?" ujarnya.

Menurutnya, tingginya resiko di sektor pertambangan minerba sudah seharusnya semua berupa izin.

Berdasarkan dokumen RPP Minerba yang CNBC Indonesia telaah, perizinan berusaha dibagi menjadi mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan mana kewenangan pemerintah provinsi. Untuk segala izin operasional tambang, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Pengangkutan dan Penjualan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Adapun yang bisa didelegasikan kepada pemerintah provinsi yaitu perizinan berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standar dan izin.

Pemegang IUP BUMN pun dapat mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada badan usaha lain dengan syarat BUMN tersebut masih menguasai 51% atau lebih saham di IUP tersebut.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bocoran PP Minerba Baru: BUMN Tak Diberi Batas Waktu Operasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular