
Hilmi Panigoro: UU Minerba Positif Bagi Industri Pertambangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang diundangkan pada 10 Juni lalu dan saat ini tengah menyiapkan turunan pelaksana UU Minerba berupa Peraturan Pemerintah (PP).
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro menyebut UU Minerba berdampak positif pada industri pertambangan. Pasalnya, keberadaan UU Minerba menurutnya memberikan kemudahan dan kepastian dalam berusaha.
Seperti diketahui, Medco tidak hanya bergerak di bidang industri migas dan energi, namun juga pertambangan, terutama setelah akuisisi tambang tembaga dan emas milik PT Newmont Nusa Tenggara pada 2016 lalu.
"Saya belum melihat detailnya (UU Minerba), tapi dari teman-teman di industri kelihatannya ini cukup positif. Yang jelas kemudahan berusaha dan kepastian berusaha di situ lebih baik," tuturnya dalam wawancara khusus bersama CNBC TV Indonesia, Senin, (14/09/2020).
Di dalam dunia pertambangan Hilmi menyoroti isu terkait pembangunan smelter. Dia menyebut undang-undang sebelumnya terkesan memaksa secara sepihak agar perusahaan tambang juga sekaligus harus berinvestasi untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Menurutnya investasi smelter memang penting, namun ada beberapa mineral yang tidak perlu karena nilainya sudah tinggi.
"Menurut saya ini bukan keharusan, tapi ini opsi yang bisa dibicarakan. Jadi hal-hal yang sifatnya memaksa investor untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai kontrak itulah yang seharusnya selalu dihindari," ujarnya.
Seperti diketahui, meski sudah disahkan, namun UU Minerba belum diterima oleh sebagian pihak. Ada yang mengajukan uji formil UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon berharap agar MK mengeluarkan putusan sela pada proses uji undang-undang ini.
Ahmad Redi, salah satu tim kuasa hukum pemohon, mengatakan pihaknya meminta kepada MK agar memerintahkan Presiden Joko Widodo untuk menunda pelaksanaan UU Minerba sampai putusan akhir MK.
Pihaknya kini tengah menunggu panggilan sidang kedua oleh MK. Bila MK menilai perbaikan berkas pemohon ini sudah lengkap, maka bisa dilanjutkan dengan sidang formasi lengkap yang dihadiri pihak pemohon beserta pemerintah dan DPR.
"Biasanya sebelum dilanjutkan, MK akan ada putusan sela. Putusan sela itu (diharapkan) menunda pelaksanaan undang-undang. Artinya, kalau belum ada putusan akhir, UU Minerba belum bisa berlaku," jelasnya kepada CNBC Indonesia pada Agustus lalu.
Saat ini pemerintah pun sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana dari UU Minerba ini.
Berdasarkan dokumen Rancangan Peraturan Pemerintah yang diperoleh CNBC Indonesia, terdapat 202 pasal dalam RPP ini dan ditargetkan bisa ditetapkan pada September 2020.
Rancangan PP ini pun mengatur pembagian kewenangan penerbitan izin, mana yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan mana kewenangan pemerintah provinsi. Untuk segala izin operasional tambang, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Pengangkutan dan Penjualan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Adapun yang bisa didelegasikan kepada pemerintah provinsi yaitu perizinan berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standar dan izin.
Dalam RPP ini pun disebutkan bahwa "pemegang IUP dilarang memindahtangankan IUP kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri". Persetujuan dapat diberikan selama memenuhi sejumlah persyaratan. Artinya, apakah pengalihan IUP bisa diizinkan?
Pemegang IUP BUMN pun dapat mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada badan usaha lain dengan syarat BUMN tersebut masih menguasai 51% atau lebih saham di IUP tersebut.
Dalam RPP ini juga diatur tentang tata cara pemberian izin usaha pertambangan, termasuk bagaimana mekanisme perpanjangan izin. Berapa lama jangka waktu eksplorasi dan produksi pun diatur. Untuk pemegang IUP, jangka waktu eksplorasi dan operasi produksi setiap jenis komoditas dibedakan.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Medco: Industri Migas Harus Siap Harga Minyak Cuma US$ 40
