
Terapkan PSBB Total, Anies tidak Perlu Persetujuan Terawan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan tidak perlu memberikan persetujuan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hendak menerapkanĀ Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total mulai Senin (14/9/2020).
Demikian disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Widyawati saat dikonfirmasi oleh CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
"Tidak ada persetujuan karena DKI belum pernah mencabut PSBB," ujar Widyawati via pesan singkat.
Sebagai gambaran, Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan PSBB sejak 10 April 2020. Dasar hukumnya adalah PMK Nomor 9 Tahun 2020 dan Pergub DKI Nomor 33 Tahun 2020. Setelah itu, PSBB diperpanjang hingga jilid III yang berakhir pada 4 Juni 2020.
Terhitung mulai 5 Juni 2020, Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan PSBB transisi fase I yang diperpanjang sebanyak lima kali hingga 10 September 2020.
Namun, seiring peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 yang dikhawatirkan akan berdampak kepada meningkatnya kapasitas rumah sakit, Pemprov DKI Jakarta akan mulai menerapkan PSBB seperti semula pada 15 September 2020.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai langkah Pemprov DKI Jakarta yang hendak menerapkan PSBB mulai Senin (14/9/2020) tepat. Hal itu disampaikan Wiku dalam keterangan pers dari Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Menurut dia, aktivitas yang dibatasi dalam PSBB meliputi sosial dan ekonomi. Apabila daerah menjalankan PSBB, maka dampak sosial dan ekonomi dirasakan semua masyarakat.
"Kita lihat dari kenaikan kasus 4 minggu terakhir karena zona merah di kota DKI Jakarta, perlu melakukan pembatasan yang ketat. Bahkan kalau perlu dilakukan pembatasan sosial berskala mikro sehingga penangananan kasus termasuk testing, tracing, treatment bisa dilakukan," kata Wiku.
Ia mengungkapkan langkah PSBB merupakan satu tahap dari lima tahap prinsipil dalam pembukaan suatu sektor. Hal itu mengacu kepada perintah Presiden Joko Widodo.
"Untuk membuka aktivitas ekonomi berupa sektor harus dilakukan prakondisi, kemudian timing, berikutnya prioritas, selanjutnya koordinasi pusat daerah dan monitoring evaluasi. Jadi yang terjadi di DKI melihat kondisi yang ada dan menentukan kapan akhirnya akan dibuka dan dilakukan prioritas secara bertahap, dan lakukan koordinasi," ujar Wiku.
"Dan memang dalam monitoring evaluasi kita perlu bekerja sama lebih baik lagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar betul-betul kondisi yang risikonya tinggi dan langsung dalam waktu cukup lama. Itu adalah alarm yang harus kita ambil untuk lakukan pengetatan yang lebih tinggi agar kondisi terkendali," lanjutnya.
Semua ini, menurut Wiku, tentu perlu partisipasi masyarakat.
Terkait dengan ketersediaan tempat tidur ruang isolasi dan ICU, dia mengklaim bisa dikendalikan dengan baik. Semua itu dengan catatan proses preventif dan promotif bisa dilakukan dengan baik agar kasus terkendali dan tidak banyak masyarakat yang menjadi korban dan sakit
"Demikian manajemen rumah sakit atau daerah lain tentu ini pengalaman penting seluruh daerah agar memonitor tingkat penggunaan tempat tidur ruang isolasi di masing-masing tempat. Apabila sudah meningkat dan direstribusi ke rumah sakit rujukan," kata Wiku.
(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Anies! Bila DKI PSBB Total, Pengusaha Minta Syarat Ini