Ini Update Kabar Prabowo Beli 15 Jet Tempur Bekas Austria

Tirta Widi Gilang Citradi & Yuni Astutik, CNBC Indonesia
08 September 2020 06:20
Jet Tempur jenis Eurofighter Typhoon (File Photo AP)
Foto: Jet Tempur jenis Eurofighter Typhoon (File Photo AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Republik Austria akhirnya merespons keinginan Pemerintah Republik Indonesia membeli 15 Eurofighter Typhoon. Respons itu disampaikan Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner kepada Menteri Pertahanan Indonesia Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto dalam sebuah surat tertanggal 4 September 2020.

Seperti dilaporkan oleh Kronen Zetung, Senin (7/9/2020), surat itu merupakan jawaban atas surat yang dikirimkan oleh Prabowo pada 10 Juli 2020. Tepat sepuluh hari kemudian, Kronen Zetung merilis laporan perihal ketertarikan Prabowo terhadap jet tempur bekas milik Austria tersebut.



"Kami dengan senang hati menerima ketertarikan Anda untuk membeli 15 Eurofighter Typhoon untuk memordenisasi armada TNI AU Anda," tulis Tanner.

Dalam pemberitaan Kronen Zetung, Tanner menyebut staf militer merekomendasikan agar Pemerintah Austria memanfaatkan opsi penjualan apapun. Menurut Tanner, pemerintah Austria akan mengkaji penjualan dari sisi legal. 



"Itu adalah tanggung jawab kami kepada semua pembayar pajak," ujarnya.

Berikut adalah kronologi awal mula rencana Prabowo membeli 15 Eurofighter Typhoon hingga kendala yang berpotensi mengadang.

Keinginan Pemerintah RI membeli 15 Eurofighter Thyphoon telah diketahui sejak Juli. Melalui sebuah surat tertanggal 10 Juli 2020, Prabowo mengutarakan keinginan itu via surat kepada Tanner.

Mengutip newsabc.net, Minggu (19/7/2020), Departemen Pertahanan Austria mengonfirmasi kebenaran surat dari Prabowo. Sayangnya Austria enggan berkomentar lebih jauh mengenai surat yang dimaksud.

"Izinkan saya untuk menghubungi Anda secara langsung perihal masalah yang sangat penting bagi Republik Indonesia," kata Prabowo dalam surat tersebut.

"Untuk memodernisasi TNI Angkatan Udara Indonesia, saya ingin mengadakan perundingan resmi dengan Anda untuk membeli semua 15 Eurofighter untuk Republik Indonesia," ujarnya mengutip keterangan pers tertanggal 10 Juli 2020 yang diterima akhir pekan lalu.

Prabowo rupanya tahu ada persoalan mengenai pesawat jenis ini di Austria. Namun demikian, Prabowo meyakini penawaran ini akan berdampak positif bagi kedua belah pihak.

Eurofighter Typhoon adalah pesawat tempur yang dibuat oleh konsorsium Airbus, BAE Systems and Leonardo. Austria diketahui membeli pesawat ini pada 2002.

Namun, ada masalah yang melingkupi. Mengutip Trace Compendium, Airbus diduga menaikkan harga pesawat tempur tersebut saat perjanjian kerja sama 17 tahun silam. Kala itu Austria dikabarkan harus merogoh kocek hingga 2 miliar euro untuk memboyong 15 unit pesawat tersebut.

Mengingat pesawat tersebut jarang digunakan, anggarannya terlalu mahal untuk negara sekelas Austria hingga kasus penggelembungan harga oleh Airbus, niatan untuk melego pesawat tempur tersebut menjadi hal yang wajar.

Membeli alutsista memang tidak bisa sembarangan. Selain anggarannya yang besar, alutsista yang dibeli haruslah memberi dampak positif terhadap penguatan sistem pertahanan di suatu negara.

Kabar tersebut akhirnya membuat publik bertanya-tanya, memangnya secanggih apa Eurofighter Typhoon jika dibandingkan dengan jenis pesawat tempur lainnya?

Jika mengutip Wall Street Journal, pesawat tempur buatan Airbus ini masih lebih baik daripada Lockheed Martin F-22 yang diproduksi oleh AS dan hampir setara dengan Rafale buatan Perancis dari segi kecepatan.



Eurofighter Typhoon mampu melaju dengan kecepatan penuh 2 Mach atau nyaris 2.400 Km/jam. Kecepatan Eurofighter Typhoon masih lebih baik dari F-22 (1,7 Mach), F-35 (1,6 Mach) dan Rafale (1,8 Mach).

Dengan kecepatan maksimum mencapai 2 Mach, laju maksimum pesawat tempur pabrikan Airbus ini menyamai Sukhoi Su-57 (T-50) buatan Rusia. Namun jika dilihat dari jangkauannya, Eurofighter Typhoon masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan kelas pesawat tempur lainnya.

Jangkauan Eurofighter Typhoon tercatat mencapai 1.841 miles, hanya lebih baik dari Lockheed Martin F-35 yang mencapai 1.381 miles. Sementara untuk Rafale jangkauannya mendapai 1.941 miles dan F-22 serta Sukhoi Su-57 mencapai lebih dari 2.000 miles.

Eurofighter Typhoon dilengkapi dengan satu meriam 27mm, enam rudal udara jarak menengah, dua rudal udara jarak pendek dan tiga tangki bahan bakar eksternal. Rudal udara yang dimiliki pesawat tempur ini memiliki kecepatan mencapai 4.248 km/jam.

Sementara itu jika ditinjau dari sisi meriam, kecepatan rotasinya mencapai 1.700 rotation per minute (rpm) dengan jangkauan operasional mencapai 0,3 hingga 50 km. Secara umum Eurofighter Typhoon memang tidak bisa dianggap remeh.

Baru-baru ini, rencana Kemenhan membeli 15 Eurofighter Typhoon menjadi salah satu sorotan dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS), Rabu (26/8/2020).

Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayor Jenderal TNI (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Kemenhan yang berencana membeli alutsista bekas.

Menurut dia, jika kebijakan alutsista bekas lebih diprioritaskan, maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Ate menyoroti, pembelian Eurofighter Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu. Fakta terbaru di Austria adalah jet tempur itu sudah tidak dipakai. Apabila dibeli untuk memperkuat TNI, maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.

"Indonesia kok beli bekas terus? Beli teknologi yang baru, supaya indhan (industri pertahanan) kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dikutip dari rilis JDS.

Ia juga menyinggung konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut Ate, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar.

Ia bilang konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik yang baru tercapai 63,19% dan kesiapan alutsista hanya 58,37%. Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsista TNI mencapai 41 persen.

"Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar," katanya.

Pertemuan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dengan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh. (Dok. TInstagram @prabowo)Foto: Pertemuan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dengan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh di New Delhi, beberapa waktu lalu (Dokumentasi Instagram @prabowo)



Sekretaris Jenderal Kemenhan 2019-2020 Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana menhan membeli jet tempur bekas Austria, Eurofighter Typhoon. Agus mengatakan, pendapat ini diberikan dalam kerangka ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.

"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.

Ia menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Sedangkan strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran.

Agus mengatakan, strategi militer saat ini lebih mengarah ke seni koersif atau intimidasi dan punya efek gentar. Alhasil, kemampuan untuk menghancurkan negara lain bisa dijadikan motivasi bagi suatu negara untuk menghindari dan memengaruhi perilaku negara lain.

"Untuk bersikap koersif atau mencegah negara lain menyerang negara tersebut, kekerasan harus diantisipasi dan dihindari lewat diplomasi. Kemampuan penggunaan kekuasaan untuk bertempur sebagai daya tawar adalah dasar dari teori deterensi, dan dikatakan berhasil, apabila kekuatan tidak digunakan," ujar Agus.

Sementara itu, Kronen Zetung menulis ada sederet 'batu sandungan' yang membuat penjualan 15 Eurofighter Typhoon ini tidaklah mudah. Berikut adalah analisis Kronen Zetung yang dikutip CNBC Indonesia, Senin (7/9/2020).

Andil Airbus
Tidak mudah bagi Austria untuk menjual jet tempur bekas itu. Sebab, Austria membutuhkan persetujuan dari keempat negara pembuat (Spanyol, Inggris, Jerman, dan Italia) serta Amerika Serikat (AS). Restu AS diperlukan lantaran GPS Eurofighter Typhoon merupakan produk buatan AS.

"Ada dua skenario di sini. Airbus mengeluarkan sertifikat pengguna baru untuk penggunaan di Indonesia dengan persetujuan Jerman, Inggris, Italia, Spanyol, dan Austria langsung menjual ke Indonesia. Skenario lain adalah Airbus membeli kembali 15 jet itu dari Austria, meng-upgrade, kemudian mengirimkannya ke Indonesia." tulis Kronen Zetung.

Keinginan Jokowi
Walau Prabowo telah mengutarakan keinginan memborong 15 Eurofighter Typhoon, Kronen Zetung menyoroti pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada saat memimpin rapat terbatas pengadaan alutsista di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (22/11/2019). Saat itu, Jokowi meminta agar jangan sampai pengadaan alutsista Indonesia melibatkan sarana dan prasarana militer yang sudah usang dan ketinggalan zaman.



Kritik di Indonesia & UU Industri Pertahanan
Kronen Zetung juga menulis kalau ada resistensi di Indonesia terkait rencana Prabowo. Apalagi Eurofighter Typhoon jelas bukan barang baru. Ia pertama kali mendarat di Zeltweg Air Base pada 2007 lalu.

Sejumlah anggota parlemen di Indonesia menilai Prabowo melanggar hukum dan membahayakan nyawa pilot jika membeli Eurofighter Typhoon. Meskipun, klaim Kronen Zetung, jet tempur Austria merupakan salah satu yang paling terawat di Indonesia.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah keberadaan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam beleid itu diatur pengadaan alutsista yang baru harus merupakan produksi dalam negeri. Memang ada pengecualian, yaitu ada kesepakatan tertentu untuk alutista yang diproduksi di tanah air.

Kecocokan kedua negara
Airbus telah berupaya untuk meraih pijakan di Asia dengan keberadaan Eurofighter Typhoon. Di sisi lain, Indonesia sejak 2014 sedang mencari jet tempur baru. Pilihan pun jatuh kepada Sukhoi Su-35 racikan Rusia. Akan tetapi, kesepakatan dengan Rusia sampai dengan saat ini belum terjadi.


"Tiba-tiba Eurofighter Typhoon hadir. Austria ingin 'menyingkirkan' mereka, sedangkan Indonesia menginginkan mereka. Cocok satu sama lain. Dalam beberapa hari mendatang, surat Tanner yang ditulis pada hari Jumat akan diterjemahkan dan diberikan kepada KBRI di Wina. Setelah itu proses diplomasi akan bergulir," tulis Kronen Zetung.

Hingga berita ini dibuat, CNBC Indonesia berusaha mengonfirmasi informasi itu kepada Duta Besar RI untuk Austria, Slovenia, dan PBB di Wina, Austria, Darmansjah Djumala.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular