Internasional

AS-Eropa Turun Gunung, Turki-Yunani Terancam Perang

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
28 August 2020 10:37
In this photo provided by the Turkish Defense Ministry, Turkey's research vessel, Oruc Reis, in red and white, is surrounded by Turkish navy vessels as it was heading in the west of Antalya on the Mediterranean, Turkey, Monday, Aug 10, 2020. Tension remains high between Greece and Turkey, whose warships are in the eastern Mediterranean where Turkey has sent a research vessel to carry out seismic research for energy resources in an area Greece says is on its continental shelf. (Turkish Defense Ministry via AP, Pool)
Foto: Kapal Turki Oruc Reis menjalankan survei seismik terkait eksplorasi sumber daya alam di Mediterania hingga dua pekan ke depan. (Kementerian Pertahanan Turki Via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik perebutan sumber energi yang terjadi di perairan Mediterania Timur makin bergulir. Pemerintah Turki memperpanjang misi eksplorasi gas dan memerintahkan latihan angkatan laut berjaga di perbatasan dengan Yunani Kamis (27/8/2020).

Turki mengatakan pihaknya memperpanjang masa tinggal kapal penelitian Oruc Reis. Kapal perang juga menyertai Oruc Reis diperairan Mediterania sampai 1 September mendatang.

Bukan hanya itu, negara Presiden Erdogan itu juga mengumumkan rencana untuk mengadakan "latihan meriam". Hal tersebut akan digelar di tepi perairan teritorialnya di sudut timur laut Mediterania pada Selasa dan Rabu depan.

"Kami bertekad untuk melindungi hak-hak kami," kata Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, dikutip dari AFP.



Yunani menanggapi Turki dengan meratifikasi perjanjian maritim dengan Mesir. Yunani menilai area eksplorasi Turki, berada di teritorinya.

"Sekali lagi diperlihatkan siapa yang menginginkan de-eskalasi dan siapa yang tidak," kata seorang sumber diplomatik.

Turki dan Yunani sebenarnya anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Eskalasi keduanya dikhawatirkan membahayakan Eropa ke simpanan energi baru dengan jumlah yang cukup besar.

Keduanya juga mengancam untuk melibatkan Libya yang dilanda perang dan negara-negara lain di Timur Tengah. Tidak ada pihak yang tampak siap untuk mundur dari konflik di perairan Mediterania yang, sehingga melibatkan banyak angkatan laut dari kekuatan Eropa serta Amerika Serikat.

Di sisi lain, Jerman sebagai Presiden Uni Eropa (UE) meminta keduanya mengakhiri latihan angkatan laut. Ini penting jika kedua negara benar-benar menginginkan solusi damai.

"Prasyarat untuk (negosiasi langsung) adalah bahwa manuver di Mediterania timur dihentikan," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas setelah menyelesaikan putaran diplomasi yang gagal di Athena dan Ankara minggu ini.

Sementara itu, guna meredakan konflik yang ada, Presiden AS Donald Trump ikut turun tangan. Ia berbicara dengan Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis dan Presiden Turki Erdogan pada Rabu (26/8/2020).

Ini menjadi keterlibatan langsung pertama AS dalam perselisihan tersebut. Gedung Putih mengatakan Trump prihatinan atas meningkatnya ketegangan antara sekutu NATO Yunani dan Turki.

Perdana Menteri Yunani kemudian mengatakan bahwa Athena siap untuk penurunan ketegangan yang signifikan. "Tetapi dengan syarat bahwa Turki segera menghentikan tindakan provokatifnya" katanya.

Namun Erdogan telah menolak prasyarat untuk pembicaraan dengan Yunani. Kantor Presiden Turki mengatakan Erdogan mengingatkan (Trump) bahwa negara kita bukanlah yang menciptakan ketidakstabilan di Mediterania timur.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dipicu Soal Kapal Migran, Turki dan Yunani Memanas!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular