Dari Shell Sampai BP, Parah Mana Ruginya Ketimbang Pertamina?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2020 12:13
pertamina
Ilustrasi SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertamina membukukan kerugian keuangan pada semester I-2020. Namun dibandingkan dengan perusahaan migas di negara-negara lain, ternyata kinerja Pertamina lumayan oke.

Pada paruh pertama 2020, Pertamina melaporkan kerugian sebesar US$ 767,92 juta. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, perusahaan migas milik negara ini mampu meraup laba US$ 746,68 juta.

Dari sisi penjualan, Pertamina memperoleh US$ 20,48 juta pada semester I-2020. Turun nyaris 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Penurunan terbesar dialami pendapatan dari penjualan minyak mentah, gas bumi, dan produk minyak. Pada semester I-2020, pos ini menyumbang US$ 16,57 miliar, turun hampir 21% YoY.

Di sisi beban, adalah rugi kurs yang paling memberatkan. Pada semester I-2020, Pertamina mencatat rugi kurs sebesar US$ 211,83 juta. Sementara tahun sebelumnya terjadi untung kurs US$ 64,59 juta.

Emma Sri Martini, Direktur Keuangan Pertamina, beberapa waktu lalu mengatakan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) telah berdampak signifikan terhadap kinerja perseroan pada semester I-2020. Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada kuartal II-2020 merupakan penjualan terendah yang pernah dibukukan perseroan. Adanya Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang membatasi mobilitas masyarakat berdampak pada penurunan penjualan BBM.

"Second quarter memang the lowest ever. Sangat berat situasinya," tutur Emma.

Kemudian nilai tukar rupiah juga melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada semester I-2020, rupiah melemah 2,16% secara point-to-point. Sedangkan secara rerata, rupiah terdepresiasi 2,47% YoY.

Harga minyak dunia juga ikut menjadi beban bagi keuangan Pertamina. Pada semester I-2020, harga minyak brent anjlok 37,65%. Sementara secara rata-rata, harga ambles 35.99% YoY.

"Secara general, kita bisa memaklumi karena semua perusahaan terdampak Covid-19. Walaupun harga minyak tidak turun pada batasan sekarang ini, konsumsi tidak kembali seperti semula," kata Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kemarin.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Perusahaan Migas Raksasa Gimana?

Pandemi virus corona memang sangat berdampak di sektor migas. Tidak cuma Pertamina, hampir seluruh perusahaan migas dunia mengalami kerugian.

Bahkan kalau melihat pencapaian perusahaan-perusahaan lain, kerugian Pertamina relatif minim. Dibandingkan para raksasa migas dunia seperti ConocoPhillips, ExxonMobil, Chevron, Total, Shell, BP, sampai Petrobras, kerugian Pertamina adalah yang paling sedikit.

Di antara perusahaan-perusahaan tersebut, BP menjadi yang paling nelangsa. Pada semester I-2020, perusahaan migas asal Inggris itu melaporkan kerugian US$ 21,21 miliar.

"Angka ini menggambarkan sebuah periode yang sangat menantang. Asumsi harga (minyak) dan write-off sejumlah proyek eksplorasi menyebabkan dampak yang besar. Namun secara garis besar kami tetap kuat dengan arus kas yang lancar dan operasional yang reliabel," kata Bernard Looney, CEO BP, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Pada paruh kedua 2020, ada harapan industri migas dunia bisa bangkit. Pelonggaran pembatasan sosial (social distancing) membuat aktivitas masyarakat dan roda ekonomi mulai bergulir kembali.

Harga minyak dunia pun merangkak naik. Rata-rata harga minyak jenis brent pada April adalah US$ 23,34 barel/hari, dan pada Juli sudah naik menjadi US$ 42,81/barel.

Permintaan pun diperkirakan membaik. International Energy Agency dalam proyeksi edisi Juli 2020 meramal permintaan minyak tahun ini adalah 92,1 juta barel/hari. Naik 400.000 barel/hari dibandingkan proyeksi bulan sebelumnya.

Permintaan akan produk turunan minyak juga diperkirakan membaik. Setelah menyentuh titik terendah pada April, permintaan diperkirakan membaik meski masih di bawah tahun lalu.

eiaReuters

"Pertamina optimistis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun ritel juga semakin meningkat. Peningkatan konsumsi BBM yang signifikan menunjukkan ekonomi nasional yang terus tumbuh di berbagai sektor, karena itu Pertamina optimis kinerja akhir 2020 tetap akan positif," papar Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular