
Inggris Resesi, Tapi Kenapa Pasar Seolah Tak Peduli?

Jakarta, CNBC Indonesia - Seperti yang sudah diduga sebelumnya, ekonomi Inggris pada kuartal II-2020 mengalami pertumbuhan negatif alias kontraksi. Bahkan kontraksinya sangat dalam.
Pada April-Juni 2020, output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris terkontraksi -21,7% year-on-year (YoY). Ini menjadi catatan terendah dalam sejarah modern Negeri John Bull.
Seperti halnya Amerika Serikat (AS), Jepang, Hong Kong, Filipina, dan banyak negara lainnya, Inggris sudah resmi masuk zona resesi. Ini karena pada kuartal sebelumnya PDB mengkerut -1,6% YoY.
Meski ekonomi membukukan kinerja terburuk sepanjang sejarah dan terjadi resesi, tetapi sepertinya pelaku pasar sudah memasukkannya dalam kalkulasi alias priced-in. Bahkan angka kontraksi kuartal III-2020 yang diumumkan lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan proyeksi -22,4% YoY.
Oleh karena itu, bursa saham Inggris sepertinya akan menapaki jalur hijau alias menguat. Pada pukul 13:32 WIB, futures indeks FTSE 100 di London menguat 0,19%.
Well, inilah kelemahan lagging indicators seperti data PDB. Data ini merekam situasi yang sudah berlalu dan sudah masuk hitungan. Jadi walau angkanya sensasional, tetapi karena statusnya sebagai kenangan masa lalu ya jadinya tidak terlalu dihiraukan.
Pasar lebih suka melihat ke depan dengan memantau sejumlah leading indicators. Misalnya Purchasing Managers' Index (PMI) yang menggambarkan aktivitas manufaktur. Saat pembelian bahan baku dan barang modal dari manufaktur meningkat, maka dalam waktu beberapa bulan ke depan akan mewujud menjadi peningkatan investasi, ekpsor, sampai penyerapan tenaga kerja.
Pada Juli, PMI manufaktur Inggris berada di 53,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,1 dan mencapai titik tertinggi sejak Maret tahun lalu.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau sudah di atas 50, berarti industriawan mulai melakukan ekspansi.
"Produsen mulai memanaskan mesin pada Juli. Proses produksi mulai lancar dan pengusaha melihat adanya peningkatan permintaan ke level tertinggi sejak akhir 2018," sebut Duncan Brock, Direktur Chartered Institute of Procurement and Supply (CIPS), seperti dikutip dari siaran tertulis.
Pemulihan ekonomi di Inggris langsung terlihat di data PDB. Tidak seperti negara-negara lain, Inggris menyajikan data perubahan PDB secara bulanan, tidak hanya kuartalan. Jadi data pertumbuhan ekonomi Negeri Big Ben bisa dilihat setiap bulan.
Secara bulanan (month-to-month/MtM), kontraksi ekonomi paling parah terjadi pada April yaitu -20%. Namun pada bulan berikutnya, ekonomi bisa tumbuh 2,4% dan pada Juni mencapai pertumbuhan 8,7%.
Selepas pelonggaran karantina wilayah (lockdown) pada pertengahan Mei, ekonomi Inggris mulai bergeliat. Bahkan kompetisi sepakbola Liga Primer Inggris dan di bawahnya sudah dihelat lagi pada 17 Juni.
Oleh karena itu, ekonomi Inggris crystal clear sedang dalam tren menanjak. Data PDB kuartal II-2020 menjadi tidak relevan lagi. Wajar pasar tidak memberikan atensi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lebih Parah dari RI, Ekonomi Inggris Minus 1,5%
