Resesi Singapura Makin Parah, RI Bisa Menyusul...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 August 2020 11:36
Singapore (AP/Ee Ming Toh)
Ilustrasi Patung Merlion (AP/Ee Ming Toh)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Singapura mengumumkan pembacaan kedua atas angka Produk Domestik Bruto (PDB) periode kuartal II-2020. Hasilnya, output ekonomi Negeri Singa malah semakin parah, kontraksi (pertumbuhan negatif) jadi kian dalam.

Selama April-Juni 2020, PDB Singapura mengalami kontraksi -13,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Lebih parah dibandingkan pembacaan awal yaitu -12,6% YoY.

Ini membuat Singapura terjebak semakin dalam di jurang resesi. Pada kuartal I-2020, PDB Singapura mengkerut -0,3% YoY. Kontraksi ekonomi selama dua kuartal beruntun adalah definisi resesi.

Kontraksi ekonomi Singapura disebabkan oleh kebijakan pembatasan sosial (social distancing) untuk mencegah penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kalau di Indonesia kebijakan ini diberi nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka di Singapura dikenal dengan Circuit Breaker (CB).

Pemerintah Singapura memberlakukan CB pada 7 April hingga 1 Juni. Hasilnya, sektor manufaktur mengalami kontraksi -0,7% YoY pada kuartal II-2020. Padahal pada kuartal sebelumnya sektor ini masih mencatatkan pertumbuhan 7,9% YoY.

Sektor usaha yang mengalami kontraksi paling dalam adalah konstruksi, yaitu mencapai -59,3% YoY. Jauh lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu -1,2% YoY.

"Ini karena hampir seluruh aktivitas konstruksi berhenti selama CB. Perusahaan konstruksu juga kekurangan orang karena upaya pencegahan penyebaran virus, termasuk di asrama pekerja migran," sebut keterangan tertulis Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura.

Saat Singapura terjebak semakin dalam di jurang resesi, bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia bakal mengalami hal yang sama?

Ekonomi Tanah Air memang membukukan kontraksi -5,32% YoY pada kuartal II-2020. Namun Indonesia belum resesi karena pada kuartal sebelumnya PDB masih bisa tumbuh 2,97% YoY. Kalau ekonomi menyusut pada kuartal III-2020, baru Indonesia menyusu Singapura di zona resesi.

Apakah peluang pertumbuhan negatif pada kuartal III-2020 cukup besar? Kalau melihat beberapa data ekonomi terbaru, Indonesia masih punya kemungkinan terhindar dari resesi.

Hari ini, Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan ritel periode Juni 2020. Penjualan ritel yang dicerminkan oleh indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juni terkontraksi 17,1% YoY.

Kontraksi diperkirakan masih terjadi pada Juli. BI memperkirakan IPR turun 12,3% YoY.

Betul penjualan ritel masih turun. Namun laju penurunannya semakin melandai. Sejak menyentuh rekor terendah sepanjang sejarah pada Mei, penjualan ritel terus membaik.

Dalam dua bulan terakhir, penjualan ritel berhasil mencatatkan pertumbuhan positif. Pada Mei, IPR naik 7,63% dan bulan sesudahnya tumbuh 1,63%.

Sebelumnya, BI juga merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan perbaikan. IKK periode Juli berada di 86,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 83,8 tetapi masih di bawah 100.

Walau konsumen belum pede mengarungi bahtera ekonomi, tetapi pesimisme itu semakin menipis. Sejak menyentuh titik nadir pada Mei, IKK terpantau naik dua bulan beruntun meski belum bisa menyentuh angka 100.

"Survei Konsumen Bank Indonesia pada Juli 2020 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi membaik, meskipun masih berada pada zona pesimis (<100)," sebut laporan BI.

Seiring dengan pelonggaran PSBB, aktivitas ekonomi yang semula mati suri bergairah lagi. Masyarakat sudah bisa beraktivitas di luar rumah, meski dibatasi protokol kesehatan. Ini sudah cukup untuk mendorong optimisme dan konsumsi rumah tangga.

Nah, konsumsi rumah tangga adalah motor utama pembentukan PDB di Nusantara. Konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% terhadap PDB. Jadi kalau konsumsi pulih, PDB secara keseluruhan pun niscaya membaik.

Ini adalah perbedaan krusial antara Indonesia dengan Singapura. Di Singapura, kontributor utama PDB adalah ekspor, dengan sumbangan lebih dari 100%.

Oleh karena itu, kebangkitan ekonomi Singapura akan sangat ditentukan oleh permintaan negara-negara lain. Sementara di Indonesia, pemulihan ekonomi tergantung kepada kekuatan domestik. Indonesia boleh dibilang lebih berdikari, berdiri di atas kaki sendiri.

Oleh karena itu, Indonesia masih punya harapan untuk tidak bernasib sama seperti Singapura. Kuncinya adalah permintaan domestik harus dijaga.

Untuk itu, seluruh rakyat Indonesia bertanggung jawab agar kasus corona tidak melonjak. Sebab kalau sampai kasus corona melonjak sampai tidak terkontrol, maka ada kemungkinan pemerintah akan kembali mengetatkan PSBB. Kalau itu sampai terjadi, hampir mustahil Indonesia menghindari resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular