Internasional

Makin Memanas, Trump Lempar Tiga 'Bom' Baru ke China

Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
08 August 2020 12:53
China sahkan hukum keamanan nasional Hong Kong

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump semakin gencar menyerang China. Dalam waktu dua hari berturut-turut, Trump bahkan melemparkan sejumlah serangan ke China.

Ketegangan kedua negara memang kembali meningkat sejak wabah corona menjadi pandemi global. Berikut kebijakan baru Trump yang menyasar negeri Panda.



Sanksi ke Pemimpin Hong Kong

Pemerintahan Donald Trump memberlakukan sanksi ekonomi ke 11 pejabat saat ini dan mantan pejabat China. Salah satunya adalah Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.





Lam diberi sanksi karena mendukung pemberlakukan UU Keamanan Nasional Hong Kong. UU ini disahkan China bulan Juni, yang akan menghukum sejumlah pihak yang dikategorikan sebagai penganggu stabilitas Hong Kong.



Di bawah sanksi ekonomi ini, aset Lam di AS akan diblokir dan orang Amerika serta bisnis dilarang berurusan dengan mereka. Ini dinyatakan AS dalam pengumuman resmi Departemen Keuangan.



"Tindakan hari ini mengirimkan pesan yang jelas bahwa tindakan otoritas Hong Kong tidak dapat diterima," kata Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan ditulis AFP, Sabtu (8/8/2020).



Pompeo mengatakan UU keamanan China- yang melarang subversi dan dugaan pelanggaran lainnya di Hong Kong - melanggar janji yang dibuat sebelum Inggris menyerahkan kembali wilayah itu pada tahun 1997.


Sementara itu, Departemen Keuangan mengatakan Lam "secara langsung bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan Beijing dalam menekan kebebasan dan proses demokrasi" di Hong Kong.

Undang-undang keamanan Hong Kong diberlakukan menyusul protes besar-besaran pro-demokrasi tahun lalu. Sejak itu, pihak berwenang telah menunda pemilu dan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk enam aktivis pro-demokrasi yang diasingkan.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi membuat aturan yang melarangan perusahaan atau individu AS melakukan transaksi dengan ByteDance, perusahaan China yang menanungi TikTok dan Tencent, pemilik aplikasi WeChat.

Trump mengeluarkan perintah di bawah Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional. Aturan ini pun akan berlaku mulai 45 hari ke depan.

Padahal Microsoft Corp tengah berupaya menyelesaikan pembelian TikTok di AS agar perusahaan itu tetap eksis di negeri Paman Sam. Sebelumnya pada Minggu, Trump mengaku akan mendukung akuisisi jika pemerintah AS mendapat "porsi besar".

Ini menjadi rangkaian baru dari upaya Trump "membersihkan" aplikasi China yang ia sebut berbahaya bagi kemanan nasional jaringan digital AS.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyebutnya sebagai program 'jaringan bersih' dengan tujuan untuk mencegah berbagai aplikasi dan perusahaan telekomunikasi China mengakses informasi sensitif tentang warga dan bisnis AS.

Hal ini mengundang amarah China. Melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin, menyebut perlakuan AS manipulatif.

"Penindasan politik secara sewenang-wenang," sebutnya seraya mengatakan bahwa langkah AS menggorbankan pengguna dan perusahaan AS sendiri.

Larangan ini makin memberi sinyal terpecahnya internet global dan hubungan industri teknologi AS dan China.

"Ini adalah perpecahan ... Tentu China akan membalas," kata pakar teknologi di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington.

Sementara itu Tencent melalui juru bicaranya mengatakan akan meninjau kembali perintah eksekutif Trump itu. Tencent sendiri merupakan perusahaan terbesar kedua China setelah Alibab dengan kapitalisasi pasar US$ 686 miliar.

Belum ada komentar dari ByteDance.

Sebenarnya di AS, WeChat misalnya hanya diunduh 19 juta kali. Relatif kecil. Namun, di luar AS dan luar China, ini menjadi aplikasi yang "umum" dipakai kini oleh individu dan bisnis.

Di lain sisi, di China, aplikasi seperti Facebook dan WhatsApp milik AS, justru diblokir. Di mana ada "firewall" yang mencegah warga China mengakses web tersebut, di mana semua komunikasi online dipantau secara rutin dan disensor pemerintah.

Sebelumnya AS sudah menyasar Huwaei Technologies Co Ltd. Karena hubungan memburuk AS telah memberi sanksi kepada banyak perusahaan teknologi China lainnya.

AS sebenarnya tidak sendirian soal kekhawatiran pada aplikasi China ini. TikTok dan WeChat sudah lebih dlu dilarang di India pada Juni karena mengancam kedaulatan dan integritas negara.

Sasar Emiten China di Wall Street

"Perang" AS ke China belum selesai di situ. Bloomberg menulis, hari ini AS berencana untuk menerapkan penyesuaian aturan pada bursa AS, Wall Street.

Aturan itu diperkirakan akan mendepak perusahaan-perusahaan China dari bursa, kata sejumlah regulator. Menurut Kelompok Kerja untuk Pasar Keuangan di pemerintahan Presiden Donald Trump, salah satu syarat tambahan yang akan ada dalam aturan baru untuk berdagang di bursa AS, yaitu bahwa tiap perusahaan harus memberi regulator Amerika akses untuk meninjau berkas audit mereka.

Namun demikian, kelompok itu belum menentukan bagaimana cara yang akan diambil untuk menegakkan pedoman itu, kata seorang pejabat senior Departemen Keuangan, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, Jumat (7/8/2020).

Ia hanya mengatakan bahwa satu konsekuensi yang jelas jika aturan tidak dijalankan adalah penghapusan saham perusahaan terkait dari bursa AS. Namun, Treasury dan Securities and Exchange Commission (SEC) akan ikut andil dalam menentukan seberapa mengikat mandat dalam menerapkan aturan itu.

Sebelumnya selama lebih dari satu dekade ini, perusahaan-perusahaan China telah kerap kali menolak inspektur dari Badan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik untuk meninjau laporan audit perusahaan. Beberapa yang menolak peninjauan termasuk Alibaba Group Holding Ltd., Baidu Inc., dan perusahaan lain yang berdagang di pasar Amerika.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular