Dunia Kian Terbuka: Ekonomi Bangkit, Tapi Banyak yang Sakit

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2020 14:23
Warga Prancis terapkan penggunaan masker di tempat umum. (AP/Michel Euler)
Foto: Warga Prancis terapkan penggunaan masker di tempat umum. (AP/Michel Euler)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia semakin terbuka, pembatasan sosial (social distancing) mulai luntur dan masyarakat kembali akrab. Roda ekonomi bergerak lagi, tetapi konsekuensinya kasus virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid) melonjak.

Menjaga jarak adalah salah satu kunci untuk menekan penularan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Minimal 1-2 meter, agar virus corona tidak punya ruang gerak untuk memasuki tubuh kita.

Sejumlah negara menerapkan jaga jarak dalam level yang ekstrem dengan karantina wilayah (lockdown). Agar berjarak, masyarakat disarankan (atau bahkan diperintahkan) untuk #dirumahaja. Hindari bertemu dengan orang lain, apalagi berada dalam kerumunan.

Saat social ditancing ditegakkan dengan murni dan konsekuen, kasus corona sempat melambat pada April-Mei. Social distancing pun dilonggarkan untuk memberi jalan kepada ekonomi, yang memang mati suri.

Kini, dunia semakin terbuka. Jarak antar-manusia merapat, tidak lagi melebar. Buktinya terlihat di Social Distancing Index yang dirilis oleh Citi.

Social Distancing Index yang semakin menjauhi nol berarti masyarakat kian berjarak. Namun kalau semakin dekat dengan nol, artinya warga mulai ikrib lagi.

Pada 29 Mei, rata-rata Social Distancing Index di 35 negara yang dipantau berada di -29,66. Dua bulan kemudian, angkanya menjadi -18,91. Artinya, masyarakat semakin dekat, dunia semakin terbuka.

Seiring dengan interaksi dan kontak antar-manusia yang meningkat, ekonomi pun ikut terangkat. Ini terlihat di Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di berbagai negara yang naik, pertanda aktivitas manufaktur bangkit.

JPMorgan melaporkan, PMI manufaktur dunia pada Juli 2020 adalah 50,3, naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 47,9. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, kalau di atas 50 berarti industriawan sudah mulai melakukan ekspansi.

"PMI Juli mengindikasikan proses pemulihan yang dimulai pada Mei terus berlanjut. Sejumlah komponen pembentuk PMI sudah kembali ke level sebelum pandemi," kata Olya Borischevska, Global Economist JPMorgan, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Oleh karena itu, ada harapan ekonomi dunia akan pulih mulai kartal III-2020. Ambil contoh AS, perekonomian terbesar di planet bumi.

Pada kuartal II-2020, ekonomi Negeri Adikuasa terkontraksi (tumbuh negatif) -32,9%, catatan terburuk sejak Depresei Besar pada 1930-an. Ekonomi AS sudah menyusut -4,8% pada kuartal sebelumnya, sehingga Negeri Paman Sam resmi masuk resesi.

Namun resesi itu kemungkinan tidak bertahan lama. Sebab pada kuartal III-2020, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta dalam laman GDPNow memperkirakan ada pertumbuhan 20,3% dalam proyeksi terbaru pada 5 Agustus.

"GDPNow memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 sebesar 20,3% dalam proyeksi 5 Agustus, naik dibandingkan proyeksi 3 Agustus yang sebesar 19,6%. Perubahan ini disebabkan proyeksi terbaru pertumbuhan Personal Consumption Expenditure dan investasi sektor swasta yang naik dari masing-masing 22,4% dan 11,1% menjadi 23,1% dan 12,2% untuk kuartal III-2020," sebut laman GDPNow.

Namun kebangkitan ekonomi memakan korban aspek kesehatan. Pelonggaran social distancing dan peningkatan kontak antar-manusia membuat kasus corona melonjak.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 5 Agustus 2020 adalah 18.354.342 orang. Bertambah 211.624 orang atau 1,17% dibandingkan posisi sehari sebelumnya. Sejak 3 Juni, belum pernah pasien baru bertambah di bawah 100.000 per hari.

Dalam 14 hari terakhir (23 Juli-5 Agustus), jumlah pasien baru bertambah rata-rata 256.363,29 orang per hari. Naik dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 221.142,64 orang per hari.

Sementara korban jiwa akibat virus corona sudah lebih dari 700.000 orang. Artinya, setiap hari ada hampir 5.900 orang yang tutup usia, satu orang setiap 15 detik.

Mike Ryan, Direktur WHO, mengatakan memang berat untuk menjaga jarak dengan orang lain karena kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Namun mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan karena belum ada vaksin atau virus yang bisa menangkal virus corona.

"Memang sulit, tetapi ini (social distancing) memang diperlukan untuk menghentikan penyebaran virus. Semua orang memikul tanggung jawab yang sama," tegas Ryan, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Memang sulit, serba salah. Kalau 'keran' aktivitas publik dibuka, maka semakin banyak orang meninggal akibat serangan virus. Namun kalau ditutup, tidak sedikit yang akan meninggal karena kelaparan akibat roda ekonomi yang mandek.

Semoga vaksin dan obat virus corona cepat ditemukan dan diedarkan. Jika tidak, maka dilema itu mustahil terselesaikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article WHO Sampai Ikut Pelototi Corona Jakarta! Parah Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular