#PrayForLebanon: Ekonomi Menderita, Ada Ledakan Pula...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2020 06:15
Prayfor Lebanon. (IG: profile picture mosalah)
Foto: Prayfor Lebanon. (IG: profile picture mosalah)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebanon berduka. Ledakan menggetarkan ibu kota Beirut, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan yang tidak sedikit.

Mengutip CNN, setidaknya 100 orang kehilangan nyawa akibat ledakan yang bak bom atom tersebut. Angka kematian masih mungkin bertambah karena ratusan orang belum ditemukan.

Ledakan tersebut disebabkan oleh reaksi dari amonium nitrat yang disimpan di gudang pelabuhan sejak beberapa tahun lalu. Amonium nitrat adalah adalah bahan yang mudah meledak, biasanya dipakai untuk pertambangan. Namun tentu bisa dipakai sebagai senjata.

Akibat tragedi ini, pemerintah Lebanon menerapkan kondisi darurat selama dua minggu. Selama kondisi ini, darurat sipil berlaku di Beirut dan sejumlah pejabat dikenakan tahanan rumah dalam rangka investasi untuk mengetahui bagaimana amonium nitrat sebanyak 2.750 ton bisa disimpan di gudang pelabuhan.

Peristiwa di Lebanon menjadi perhatian dunia. Berbagai negara mulai memberikan bantuan. Qatar, Kuwait, Yordania, dan Mesir membantu mendirikan rumah sakit darurat plus menyediakan tenaga medis.

Sementara dari Eropa, Prancis akan menurunkan petugas medis, dan bantuan seberat 15 ton. Kemudian Republik Ceska akan menerjunkan 37 personel SAR dan anjing pelacak.

Ledakan ini adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Namun, bisa berujung kepada tragedi ekonomi. Sebab, pelabuhan yang hancur akibat ledakan adalah pusat perdagangan internasional di Lebanon. Ibaratnya seperti Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.

Oleh karena itu, kerusakan di pelabuhan tersebut akan mengganggu kelancaran arus barang. Malangnya, Lebanon adalah negara yang menggantungkan diri dari impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama pangan.

Mengutip The Guardian, ledakan di Beirut telah merusak 85% gudang penyimpanan biji-bijian (grain) yang memasok kebutuhan rakyat Lebanon. Raoul Nehme, Menteri Ekonomi dan Perdagangan Lebanon, mengungkapkan bahwa gandum yang disimpan di gudang pelabuhan itu sudah rusak dan tidak bisa dikonsumsi lagi.

Tahun lalu, konsumsi gandum rakyat Lebanon adalah 1,35 juta ton. Sekitar 80% dari jumlah tersebut didatangkan dari impor.

Selain itu, sebenarnya ekonomi Lebanon juga sedang berduka. Ekonomi Lebanon sudah mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sejak 2018 dan belum sembuh sampai sekarang.

Pada 2018, ekonomi Lebanon terkontraksi -1,9% dan setahun berikutnya -3,%. Tahun ini, Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Lebanon anjlok -10,8%.

Defisit fiskal Lebanon juga terus membengkak. Kalau tahun lalu defisit anggaran ada di 10,6% dari PDB, tahun ini diperkirakan mencapai 12,2%. Pada Maret lalu, pemerintah Lebanon sampai gagal bayar (default) obligasi berdenominasi euro sebesar EUR 1,2 milar.

lebanonBank Dunia

Nestapa ekonomi Lebanon disebabkan oleh pelemahan nilai tukar mata uangnya, pound Lebanon (LBP). Sejak 1997, LBP dipatok di sekitar US$ 1.500/LBP.

Jadi kalau melihat nilai tukar yang resmi, LBP memang 'anteng' saja. Memang sempat ada lonjakan pada Mei lalu, tetapi bisa diatasi dengan cepat.

Namun di lapangan yang terjadi tidak seperti itu. Meski kurs resmi 1 US$=LBP 1.500, tetapi kenyataannya 1 US$ bisa setara dengan LBP 10.000. Hanya mereka yang berada di lapisan atas bisa menikmati kurs resmi.

Ini membuat LBP menjadi tidak ada harganya. Nilai uang yang tidak berarti akan menyebabkan inflasi. Pada Desember 2019, inflasi pangan Lebanon tercatat 9,77% year-on-year (YoY). Tengah tahun ini, inflasi pangan meroket menjadi 246,62% YoY.

Inflasi yang meroket membuat daya beli rakyat Lebanon tergerus. Mengutip Gulf News, gambarannya adalah dulu satu kilogram daging bisa dengan US$ 9. Sekarang harus sedia uang US$ 42 untuk mendapatkan daging dengan jumlah yang sama.

Akibat LBP yang seakan tidak ada harganya, sebagian warga Lebanon kembali ke zaman primitif: barter. Bahkan sampai ada grup di media sosial Facebook dengan nama Lebanon Barters. Grup tersebut menawarkan barang dan jasa dengan imbalan non-uang.

"Misalnya, saya punya alat pembersih botol susu bayi. Sekarang saya sudah tidak membutuhkannya, karena anak-anak sudah besar, dan saya bisa menukar alat itu dengan barang lain. Situasi memang sulit, tetapi saya tidak mau mengemis dan merendahkan harga diri. Saya bersedia untuk menukar menukar beberapa helai pakaian untuk sepotong roti," sebut salah seorang anggota grup itu, seperti dikutip dari Reuters.

Sebegitu nelangsanya kondisi rakyat Lebanon. Ditambah lagi dengan wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), tentu situasi bakal bertambah runyam. Tragedi ledakan di Beirut pasti akan menambah beban rakyat Lebanon.

#PrayForLebanon boleh, tetapi aksi nyata pasti akan sangat membantu...

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular