Corona Bikin Orang Takut Naik Angkutan Umum, Apa Solusinya?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
05 August 2020 13:27
Warga melintas kawasan Stasiun MRT BNI City, Jakarta, Selasa (26/5). Usai libur Hari Raya Idulfitri 1441 H sejumlah pekerja sudah terlihat masuk. Pemerintah telah mengambil keputusan untuk menggeser cuti bersama Lebaran 2020 akibat wabah virus corona (Covid-19). Dengan begitu, jadwal libur hari raya hanya berlaku sampai H+1 Lebaran atau pada pada 25 Mei 2020, termasuk untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pantauan CNBC Indonesia  penerapan normal yang baru atau new normal terlihat diberlakukan di sarana transportasi umum guna menunjang aktivitas warga yang bekerja di tengah pandemi virus Corona baru (COVID-19). Untuk diketahui, panduan bekerja di situasi new normal tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Warga melintas kawasan Stasiun MRT BNI City, Jakarta, Selasa (26/5). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penggunaan kendaraan pribadi di Indonesia masih mendominasi dibandingkan dengan penggunaan angkutan umum. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, membeberkan sejumlah fakta mengenai penggunaan kendaraan umum saat pandemi covid-19.

Dia menjelaskan bahwa keterpaduan perpindahan antar moda atau transit memiliki peranan krusial. Pasalnya, hal ini dapat mempengaruhi preferensi masyarakat untuk memilih angkutan umum sebagai moda utama perjalanan. 

"Tentunya berkaitan dengan kenyamanan dan kemudahan penggunaan layanan Angkutan Umum. Maka dari itu diperlukan pengelolaan terhadap Sistem perpindahan moda atau transit yang melalui integrasi antar moda," katanya dalam webinar yang diselenggarakan SBM ITB, Rabu (5/8/20).

Berdasarkan data Bappenas 2019, pangsa angkutan umum di sejumlah perkotaan Indonesia masih kalah dari beberapa kota besar di negara tetangga. Singapura, Hong Kong, dan Tokyo misalnya, punya pangsa angkutan umum lebih dari 50%. Sedangkan Bangkok dan Kuala Lumpur, pangsanya berkisar antara 20-50%.

"Jakarta, Bandung dan Surabaya saat ini masih di bawah 20%, masih tertinggal dengan Kuala Lumpur dan Singapura yang di atas 20%," katanya.

Padahal, data itu diambil pada saat belum terjadi pandemi Covid-19. Kini, potensi orang malas pakai angkutan umum kian tinggi.

"Dalam menghadapi adaptasi kebiasaan baru (AKB) akibat pandemi covid-19, tentunya masyarakat masih merasa waspada untuk menggunakan angkutan umum terutama dari adanya interaksi dengan pengguna lain," kata Budi Karya.

Ia melanjutkan, pemerintah berusaha keras melakukan upaya pemulihan  dengan memastikan ketersediaan dan layanan angkutan umum masal yang tersedia melaksanakan penyesuaian dengan penerapan protokol kesehatan.

Mulai dari tempat pemberangkatan, selama perjalanan maupun di tempat kedatangan.

"Selain itu pemerintah juga mendorong secara maksimal penerapan intelligent system dan protokol kesehatan seperti contactless ticketing, cashless payment, digital information, system apps dan disiplin physical distancing," urainya.

Di samping itu, dia menggenjot integrasi antar moda, sehingga diharapkan pengguna angkutan umum tidak perlu berjalan jauh untuk berpindah dari satu moda ke moda lainnya. Melalui integrasi jadwal, fisik dan ticketing, dia bilang bahwa pengguna angkutan umum akan mendapatkan kepastian jadwal.

"Tidak perlu menunggu terlalu lama untuk berpindah dari moda satu ke moda lainnya, dan pengguna angkutan umum pun tidak perlu membayar berkali-kali untuk moda yang berbeda-beda," urainya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tips Aman Terhindar Dari Covid-19 Bagi Pengguna Transportasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular