
Bea Cukai Lagi Disorot, Selain HP Ilegal Ada Kasus Tekstil

Jakarta, CNBC Indonesia - Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan jadi sorotan terkait kinerja positif terkait penangkapan pedagang HP ilegal PS Store yang belakangan jadi buah bibir.
Namun, saat bersamaan Bea Cukai juga dapat sorotan soal laporan celah bobolnya 10 juta HP ilegal/tahun di pasar Indonesia yang disampaikan oleh Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel). Tanggapan dari Bea Cukai, bisa diklik di sini.
Di luar persoalan itu, Bea Cukai juga sedang menghadapi kasus besar, yaitu kasus dugaan korupsi impor tekstil yang melibatkan para pejabatnya. Dirjen Bea Cukai bahkan sudah diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (28/7). Tindak dugaan pidana korupsi dalam importasi tekstil ini adalah adanya pengurangan volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk. Kemudian, tindakan pengamanan sementara dengan menggunakan surat keterangan asal yang tidak benar.
Menyoal impor tekstil ini juga dikeluhkan oleh pelaku usaha tekstil di dalam negeri. Data dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebutkan estimasi kerugian pendapatan negara akibat hilangnya bea masuk dan pajak mencapai Rp 7,6 triliun. Belum menghitung dampak buruk bagi industri dalam negeri, padahal kebijakan proteksi melalui safeguard sudah diterapkan.
APSyFI mencatat impor unprosedural yang mencapai 331 ribu ton dengan estimasi harga kain sebesar Rp. 84 juta/ton. Maka nilai impor kain unprosedural selama tahun 2019 sebesar Rp. 27,8 triliun.
Kerugian negara dari PPN serta PPH sebesar (10%+2,5%) yakni Rp. 3,475 triliun dan Bea Masuk sebesar (15%) Rp. 4,17 triliun. Sehingga total kerugian negara diperkirakan sebesar Rp. 7,646 triliun
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan besarnya angka tersebut diduga melibatkan oknum aparat. "Masalah ini Kepabeanan saja sebetulnya. Kalau Kepabeanan (Bea Cukai) bisa kerja maksimal, itu nggak terjadi," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/07/2020).
Jika dirunut, permasalahan sudah mulai terjadi di pelabuhan. Redma menyebut sering terjadi permainan under volume dan under value, dimana volume barang yang masuk ke pelabuhan jauh lebih besar dari yang tercatat. Ditambah dengan harga yang lebih murah untuk mengelabui pajak.
Permainan seperti ini umumnya dilakukan oleh oknum Bea Cukai. Salah satunya terungkap setelah Kejagung mengumumkan sejumlah tersangka dari kasus korupsi importasi tekstil di Batam. Jika sistem ini tidak bisa dibenahi, Redma pesimis produk dalam negeri bisa lebih mudah bersaing.
"Di market saya lihat, ada juga yang mengirim screenshot. Bisa nggak HS (harmonized system) diubah. Ada juga kasus undervolume, jadi dia dapat izin impor 15 juta, dia bisa masukan sampai 30 juta. Atau jatah 1x shipment kontainer yang harus isi 30 ton sama dia ditulis 15 ton, jadi ada jatah impor lainnya," sebut Redma.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 5 tersangka kasus dugaan korupsi impor tekstil. Empat dari 5 tersangka tersebut merupakan pejabat di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono menyebut, penetapan 5 tersangka ini hasil penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil pada direktorat jenderal bea dan cukai tahun 2018 hingga 2020.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! 4 Pejabat Bea Cukai Jadi Tersangka Kasus Impor Tekstil