Jika Program Stimulus Jokowi Seret, Resesi Bakal Makin Nyata!

Lidya Julita & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 July 2020 14:25
aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bayang-bayang resesi semakin menghantui sendi perekonomian Indonesia. Bahkan, tak sedikit kalangan yang menanggapi resesi yang akan dialami Indonesia cukup dalam dari yang diperkirakan.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad dalam sebuah diskusi, Selasa (28/7/2020).

"Dari berbagai situasi kondisi dan perhitungan yang kita lakukan. Kita memperkirakan akan masuk ke laju resesi yang cukup dalam. Kami memperkirakan minus 4% pada triwulan II-2020 dan triwulan III-2020 diperkirakan minus 1,3% sampai minus 1,75%," jelas Tauhid.

Tauhid lantas mempertanyakan realisasi stimulus Covid-19 yang masih cukup rendah dan sempat memantik kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia akan masuk ke jurang resesi.

"Kemarin per 27 Juli penyerapan anggaran PEN masih sekitar 19%. Ini masih jauh dari harapan. Saya kira ini agak berat kalau (mengejar penyerapan PEN) di triwulan III dan IV. Kita ini berkejaran waktu dan sangat tergantung pada PEN," ujarnya.

Selain itu, Tauhid juga mengingatkan sisi permintaan atau demand side yang harus diperbaiki. Menurutnya, jika pemerintah hanya fokus pada sisi pasokan atau supply side, maka percuma saja.

Pemerintah pun diminta untuk berupaya untuk mempercepat penyaluran program jaringan pengaman sosial atau bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat miskin untuk mendorong daya beli.

"Dalam situasi resesi jaringan pengamanan sosial dan mendorong demand ini sangat penting. Pencapaian 38% kami lihat masih jauh dari yang diharapkan. [...] Meskipun insentif usaha diberikan, likuiditas diberikan, bantuan UMKM, koperasi dan sektoral. Jika demand tidak terbentuk ini akan jadi problem," terang Tauhid.

Penyerapan PEN untuk mendongkrak ekonomi ini seharusnya dikejar pada kuartal II-2020 yang akan berakhir di bulan Juli ini karena siklus tertinggi terjadi di kuartal tersebut. Menurut Tauhid, pemerintah sudah kehilangan momentum.

Dari perhitungan Tauhid misalnya, pada kuartal I-2020, penyerapan stimulus sudah di atas 4%, maka sesungguhnya itu adalah puncak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lalu kemudian, jika pertumbuhan ekonomi pada kuartal II minus, maka tidak menutup kemungkinan pada kuartal III-2020 juga akan turun, bahkan minus.

"Nah ini artinya bahwa kita akan kehilangan momentum di triwulan II-2020 bahwa seharusnya program PEN bisa jor-joran, besar-besaran," jelasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu tak memungkiri bahwa penyerapan anggaran PEN memang cukup rendah. Namun, dalam satu bulan terakhir sudah menunjukkan adanya perbaikan.

"Dari banyak program ini, kita lihat untuk kesehatan ini masih cukup rendah walaupun dalam 1 bulan terakhir ada perbaikan," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu melalui diskusi virtual, Selasa (28/7/2020).

Menurutnya, untuk saat ini penyerapan penyaluran masih menjadi tantangan bagi Kementerian Keuangan. Namun, ia menekankan Kemenkeu tidak bisa menyalurkan langsung melainkan menunggu pengajuan dari K/L yang bertanggung jawab.

Secara rinci, anggaran Kesehatan di PEN ditetapkan Rp 87,55 triliun baru terealisasi 7,74%. Untuk saat ini pemerintah akan fokus juga memberikan insentif bagi tenaga kesehatan.

"Jadi fokusnya memastikan nakes mendapat insentif. Ini sudah disimplify dan realisasiya lumayan tapi harus kita dorong agar insentif didapat nakes," jelasnya.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan & Skenario Ekonomi RI Tumbuh 5% di 2021, Percaya??

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular